Jakarta, – Seorang siswi SMP (14) di daerah Kabupaten Banjarnegara, menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menaruh perhatian serius terhadap kasus ini dan telah melakukan koordinasi bersama Polres Banjarnegara, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Banjarnegara, serta P2TP2A Kabupaten Banjarnegara secara daring pada Kamis (17/04/2024) untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan secara menyeluruh, serta proses hukum terhadap pelaku berjalan sesuai ketentuan.
KPAI menekankan bahwa seluruh upaya penanganan harus menjunjung tinggi prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan melindungi hak anak atas privasi, keselamatan, dan pemulihan psikososial. Identitas korban tidak diungkapkan untuk menjaga haknya atas kerahasiaan, sesuai amanat Pasal 19 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Pasal 64 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Anggota KPAI, Diyah Puspitarini, menyampaikan bahwa korban yang telah mengalami kekerasan oleh ayah kandungnya sendiri, merupakan tindakan yang tergolong dalam kategori filicide, yakni ada upaya pembunuhan terhadap anak oleh orangtua. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus yang dialami pada korban tersebut sesuai dengan Pasal 59A UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu pertama proses hukum yang cepat, kedua mendapat pendampingan psikososial, ketiga mendapat bantuan dan perlindungan dari pekerja sosial, dan keempat mendapatkan pendampingan hukum untuk anak korban.
“Kemudian merujuk PP Nomor 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Anak mengatur bahwa anak korban kekerasan harus segera mendapatkan layanan pemulihan, rehabilitasi, pendampingan psikososial, serta dukungan reintegrasi daerah”, tutur Diyah
Perwakilan Dinas Sosial PPPA Kabupaten Banjarnegara menyampaikan bahwa saat ini korban telah kembali kerumah dan menjalani pendampingan psikososial. Mereka juga sedang merancang pendekatan ke sekolah agar proses belajar korban bisa dilanjutkan secara aman dan inklusif, tanpa stigma.
Sementara itu, Kepolisian Resor Banjarnegara telah menjerat pelaku dengan Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan mempertimbangkan penerapan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Indikasi kekerasan seksual yang turut menyertai kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
“Kami masih berkoordinasi untuk mencari ancaman hukum tertinggi, sambil mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi yang ada,” tuturnya.
Dalam pertemuan koordinatif, KPAI menyampaikan tiga rekomendasi penting:
1) Proses hukum harus berjalan dengan cepat, transparan, dan mengedepankan keadilan bagi anak korban.
2) Rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak korban harus dilakukan secara menyeluruh agar anak dapat kembali hidup normal dengan hak-hak dasar yang terpenuhi.
3) Pencegahan kekerasan terhadap anak perlu diperkuat melalui edukasi keluarga dan masyarakat, serta pengawasan lingkungan terdekat anak
KPAI juga mengimbau kepada seluruh media dan masyarakat untuk tidak menyebarluaskan informasi atau data pribadi anak, termasuk nama, foto, alamat, atau hubungan dengan pelaku, demi menjamin hak anak atas perlindungan dan pemulihan jangka panjang.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kekerasan dalam keluarga seringkali tidak terlihat hingga terlambat. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor dan kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangun sistem perlindungan anak yang tangguh dan berpihak penuh kepada korban. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727