Jakarta (17/03/2025) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang rencana pendirian Sekolah Rakyat (SR) sebagai bagian dari upaya memperluas akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Sehingga, KPAI menekankan pentingnya kajian mendalam dan tata kelola yang komprehensif agar program ini dapat berjalan secara optimal dan selaras dengan sistem pendidikan nasional.
“KPAI menghormati kebijakan pemerintah dalam mendirikan Sekolah Rakyat sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi hak pendidikan anak. Namun, perlu dipastikan bahwa program ini memiliki konsep yang matang, mekanisme yang jelas, serta tata kelola yang berkelanjutan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara luas dan tidak menimbulkan stigma bagi anak-anak penerima manfaat,” ujar Aris Adi Leksono, Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Budaya, dan Agama.
Pentingnya Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak
KPAI menekankan bahwa pengasuhan keluarga tetap menjadi faktor utama dalam mendukung pendidikan anak, termasuk dalam program Sekolah Rakyat. Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk karakter, disiplin, dan semangat belajar anak. Untuk itu, Sekolah Rakyat sebaiknya dapat memperkuat keterlibatan keluarga dalam mendukung tumbuh kembang anak secara holistik. Pemerintah perlu menyertakan program pembinaan orang tua, agar keluarga dapat berperan aktif dalam memastikan anak-anak mereka mendapatkan pengalaman belajar yang positif dan lingkungan yang aman.
Tantangan Pendidikan Anak Tidak Sekolah (ATS)
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS 2023, 4,2 juta anak di Indonesia tidak bersekolah (ATS). Penyebabnya beragam, mulai dari faktor ekonomi, keterbatasan akses pendidikan, perkawinan anak, anak berhadapan dengan hukum (ABH), disabilitas, hingga pekerja anak. Oleh sebab itu, Keberhasailan Program Sekolah membutuhkan sinergi lintas kementerian dan lembaga.
Risiko Stigma dan Perlindungan Anak
KPAI juga menyoroti potensi stigma dalam penamaan dan konsep Sekolah Rakyat. “Label seperti ‘Sekolah Unggulan untuk Keluarga Miskin’ dapat berdampak negatif pada psikologis anak. Sebagai gantinya, narasi yang lebih inklusif, seperti ‘SR sebagai Jembatan Indonesia Emas’, perlu dirumuskan agar anak tetap merasa dihargai dan termotivasi dalam belajar,” jelas Aris Adi Leksono.
Selain itu, KPAI menekankan bahwa perlindungan anak dalam lingkungan sekolah harus menjadi prioritas, baik dari aspek psikososial maupun perlindungan terhadap kekerasan dan eksploitasi. Guru dan tenaga kependidikan yang bertugas di Sekolah Rakyat harus memiliki kompetensi khusus dalam menangani anak-anak dengan latar belakang rentan.
Sinkronisasi dengan Sistem Pendidikan yang Ada
KPAI mengingatkan agar program Sekolah Rakyat tidak tumpang tindih dengan layanan pendidikan yang sudah ada, seperti jalur afirmasi dalam SPMB, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan madrasah di bawah Kementerian Agama. “Pemerintah harus memastikan bahwa SR tidak menggantikan atau menonaktifkan layanan pendidikan yang sudah berjalan, tetapi justru memperkuatnya,” tambah Aris Adi Leksono.
Berdasarkan Statistik Pendidikan 2024, saat ini terdapat 148.758 SD, 42.548 SMP, 14.445 SMA, dan 14.445 SMK, serta ribuan madrasah di bawah Kemenag yang juga dapat dioptimalkan untuk memenuhi hak pendidikan anak dari keluarga kurang mampu.
Kesiapan SDM dan Jaminan Keberlanjutan
Dalam aspek tenaga pendidik, KPAI mendorong pemerintah untuk menyiapkan guru dan tenaga kependidikan yang kompeten dalam menangani anak-anak dari situasi rentan. Uji kompetensi dan upgrading keterampilan diperlukan agar tenaga pendidik di SR mampu membimbing siswa secara optimal.
Selain itu, pemerintah perlu merancang profil lulusan Sekolah Rakyat yang relevan dengan tujuan program. “Profil lulusan harus mengarah pada kemandirian dan keberlanjutan, sehingga anak-anak yang lulus dari SR memiliki keterampilan yang memungkinkan mereka berdikari dan membangun kesejahteraan keluarganya,” tegas Aris Adi Leksono.
Kesimpulan dan Rekomendasi KPAI
Sebagai lembaga yang mengawal hak anak, KPAI menegaskan bahwa Sekolah Rakyat harus menjadi solusi pendidikan yang inklusif, bebas stigma, dan berkelanjutan. Untuk itu, KPAI merekomendasikan:
✅ Kajian mendalam dan perencanaan komprehensif sebelum implementasi.
✅ Sinkronisasi dengan kebijakan pendidikan yang ada agar tidak tumpang tindih.
✅ Pelindungan anak dari kekerasan dan eksploitasi di lingkungan sekolah.
✅ Penyediaan tenaga pendidik yang kompeten dalam menangani anak dari keluarga rentan.
✅ Penyusunan profil lulusan yang menjamin keberlanjutan pendidikan dan kemandirian siswa.
“Kami berharap Sekolah Rakyat benar-benar menjadi jembatan bagi anak-anak untuk meraih masa depan yang lebih baik, tanpa ada diskriminasi atau stigma yang membebani mereka,”
tutup Aris Adi Leksono