Rakornas dan Ekspose KPAI 2023: Membangun Indonesia Bebas Kekerasan Terhadap Anak

Rakornas dan Ekspose KPAI 2023: Membangun Indonesia Bebas Kekerasan Terhadap Anak (29/11/2023).

Jakarta, –  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Ekspose Hasil Pengawasan Klaster Perlindungan Khusus Anak KPAI  tahun 2023 pada 29 November 2023 di Hotel Lumire, Jakarta. Rakornas tahun ini mengusung tema “Menuju Indonesia Emas Bebas Kekerasan Terhadap Anak”. 

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah hadir dan membuka secara resmi rakornas hari ini, didampingi jajaran seluruh Anggota KPAI. Rakornas ini dihadiri oleh Perwakilan Kementerian/Lembaga terkait, mitra pembangunan, UPTD PPPA, seluruh KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) di Indonesia, serta organisasi baik secara luring maupun daring

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah dalam Sambutan Rakornas Pengawasan Perlindungan Khusus Anak 2023

“Pengawasan perlindungan anak turut memberikan penguatan-penguatan pada pencegahan, penanganan dan implementasi K/L, Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengikis disparitas target capaian, gap-gap atas pembangunan ramah anak dalam implementasi dan penganggaran serta upaya responsibilitas layanan terhadap anak,” ujar Ketua KPAI saat membuka Rakornas.

Melalui rakornas dan ekspose hasil pengawasan ini diharapkan tersedia informasi fakta dan potensi kerentanan anak hasil pengawasan klaster Perlindungan Khusus Anak tahun 2023 serta semakin meningkatnya komitmen dan program dari Kementerian/Lembaga, serta Pemerintah Daerah untuk memajukan sistem perlindungan anak melalui pelaksanaan hasil rekomendasi pengawasan KPAI.

UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 9 (1) soal urusan pemerintahan yang dinyatakan bahwa “Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum.” (3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kemendagri, Sugeng Hariyono saat menyampaikan pidato kunci pada Rakornas

“Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai stakeholder KPAI memiliki peran dan dukungan kebijakan dalam rangka pencapaian target nasional urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak termasuk perlindungan khusus anak baik dari tingkat pusat, Provinsi serta tingkat Kabupaten/Kota,” tutur Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kemendagri, Sugeng Hariyono saat menyampaikan pidato kunci mewakili Menteri Dalam Negeri di Rakornas hari ini.

Kemendagri memastikan program kegiatan yang mendukung pencapaian target nasional urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana tercantum dalam dokumen perencanaan daerah melalui sinkronisasi perencanaan serta memastikan ketersediaan alokasi APBD sesuai kemampuan keuangan daerah masing-masing.

KPAI melaksanakan agenda strategis pengawasan di tahun 2023 dalam ruang lingkup 5 klaster perlindungan anak, yakni hak sipil, kualitas pengasuhan, pengawasan pencegahan dan penanganan perkawinan anak, Indonesia bebas stunting serta pemenuhan hak Pendidikan. dalam Perlindungan Khusus Anak pengawasan KPAI memberikan perhatian terhadap anak korban kekerasan (kekerasan fisik, kekerasan seksual dan tren anak menyakiti diri dan mengakhiri hidup, Sistem Peradilam Pidana Anak (SPPA), eksploitasi ekonomi dan seksual di ranah online, anak korban pornografi, anak korban radikalisme dan jaringan terorisme serta upaya menghapus pekerja anak.

Yuli Adiratna Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan

Sementara itu, Yuli Adiratna Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang hadir dalam panel Rakornas menyampaikan beberapa strategi Kemnaker dalam pencegahan dan penanganan pekerja anak yakni: Mensosialisasikan penerapan pengawasan norma kerja anak sebagai upaya penanggulangan pekerja anak; Mengembangkan kolaborasi antar K/L dan DuDi serta NGO/CSO dalam penarikan pekerja anak dari dunia kerja ke pendidikan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008; Mengembangkan strategi kerjasama dengan instansi lintas sektor, LSM dan swasta (DuDi) serta pemerintah daerah bahkan sampai tingkat Desa; Mendorong pelembagaan gerakan nasional penghapusan pekerja anak sampai ke daerah dan pengarusutamaan penghapusan Pekerja Anak dan BPTA dalam pembangunan (prioritas dalam RPJMN/D); Penyebarluasan informasi tentang urgensi penghapusan pekerja anak dan BPTA dalam pembangunan nasional/daerah; Melakukan “Pencanangan Sektor Perkebunan Kelapa Sawit Terbebas dari Pekerja Anak Tahun 2021 dan 2023”; Mengembangkan Roadmap Indonesia Bebas Pekerja Anak yang disandingkan dengan SDGs dan komitmen global dalam penghapusan pekerja anak.

​​Data kasus kekerasan terhadap anak adalah sebanyak 1.478 kasus (Pusdatin KPAI, Oktober 2023), dengan rincian kasus terbanyak adalah anak korban Kejahatan Seksual sebanyak 615 kasus, anak korban Kekerasan Fisik/Psikis sebanyak 303 kasus, anak Berkonflik Hukum sebanyak 126 kasus, anak korban Eksploitasi Ekonomi/Seksual sebanyak 55 kasus, dan Anak Korban Eksploitasi Ekonomi/Seksual sebanyak 55 kasus. Sedangkan sepanjang Januari sampai dengan Desember 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatatkan jumlah perempuan korban kekerasan yang melaporkan kasusnya dan ditangani adalah sebesar 32.687 dengan rincian 25.053 korban (Simfoni PPA).

Melalui Rapat Koordinasi Nasional KPAI menyampaikan ekspose hasil – hasil pengawasan selama tahun 2023 kluster Perlindungan Khusus Anak serta rekomendasi, sebagai berikut:

Pengawasan KPAI Klaster Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan Anak Korban Kekerasaan Seksual

Menghindarkan anak dari dampak negatif sistem peradilan pidana adalah tujuan utama dari Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Anak mendapatkan stigma sebagai pelaku kriminal sepanjang hidup; anak putus sekolah; anak terpapar prisonisasi (budaya khusus yang berkembang di penjara) karena berada dalam tahanan orang dewasa; adalah sebagian dari dampak yang dicegah melalui SPPA. Anak yang melakukan pelanggaran hukum berangkat dari situasi pengasuhan atau lingkungan sosial yang tidak mendukung optimalisasi proses tumbuh kembang anak. Sehingga berpengaruh terhadap mental, emosional, karakter, dan perilaku anak. KPAI memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk peningkatan pelaksanaan SPPA sebagai berikut:

Pengawasan Penanggulangan Anak Korban Jaringan Terorisme.

Dalam memastikan perlindungan anak-anak yang menjadi korban jaringan terorisme KPAI menemukan berbagai situasi dan kondisi yang perlu perhatian secara komprehenshif, sebagai berikut :

a. Pencegahan

b. Penanganan

c. Implementasi Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Rancangan Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme (RAN PE) 2020-2024:

Anak Korban pornografi dan Cyber Crime

Tantangan penggunaan gadget dan literasi digital untuk anak menjadi perhatian serius dalam 5 tahun terakhir, sehingga hasil-hasil pengawasan di tahun 2023 menitik beratkan anak-anak yang terpapar pornografi dan cyber crime sebagai berikut :

a. Peraturan Kebijakan

b. Program: Penguatan edukasi literasi digital oleh Kemen Kominfo, Kemendibudristek, dan Kemenag di satuan pendidikan, masyarakat, dan komunitas.

c. Layanan Kasus:

Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Fisik Psikis Anak.

Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak seperti penyiksaan dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Berikutnya, kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak yang dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban serta meliputi penghardikan, penganiayaan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, perundungan (bully). 

KPAI melakukan pengawasan dan pencegahan agar anak-anak terhindar dari kekerasan atau jika sudah terjadi mendapatkan penanganan yang cepat, tepat dan jelas. Rekomendasi KPAI  dari hasil pengawasan, sebagai berikut :

Indonesia Bebas Pekerja Anak Perlindungan Anak Korban Eksploitasi

Pekerja anak merupakan isu global yang diagendakan untuk ditanggulangi secara menyeluruh dan berkesinambungan. Komitmen ini dinyatakan dalam bentuk cita-cita bersama dengan moto “Masa Depan Tanpa Pekerja Anak” (Future without Child Labour) sebagai upaya global (global efforts) mengakhiri pekerja anak. Dalam melakukan pengawasan pekerja anak tahun 2023, KPAI telah lakukan pengawasan di 10 titik se-Indonesia memetakan kerentanan yang dihadapi pekerja anak dan juga peran-peran pentahelix dalam menanggulangi pekerja anak, termasuk layanan yang tersedia bagi pekerja anak. 

Rekomendasi KPAI mendorong upaya penyempurnaan peta jalan Indonesia Bebas Pekerja Anak dan perbaikan kebijakan serta program pembangunan dalam perlindungan anak, sebagai berikut:

a. Kepada pemerintah Pusat :

b. Kepada pemerintah daerah :

c. Kepada Lembaga masyarakat dan pegiat perlindungan anak :

Mendorong lembaga masyarakat, pengawas, dan lembaga layanan terlibat dalam pendampingan, pelaporan, penyediaan layanan dan pengawasan pekerja anak; serta Mendorong lembaga pendamping di masyarakat agar menjadi bagian masyarakat sipil yang terlibat dalam memberikan masukkan kebijakan dan program Pemda untuk bekerjasama dalam upaya – upaya penanggulangan pekerja anak kerja sama dalam menghapus pekerja anak; Memastikan lembaga pendamping menjadi aktor IBPA dan memiliki standar kelembagaan yang dikuatkan oleh Pemda; dan Lembaga pendamping menjadi pioneer atas pencegahan dan penanggulangan pekerja anak sekaligus menjadi katalisator peran-peran pemerintah daerah dalam penanggulangan pekerja anak.

d. Kepada media:

Mendorong media menjalankan tugas dan fungsinya dalam perlindungan anak yakni melaksanakan penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak; memastikan media menjadi bagian penting pengawasan tentang upaya menghapus pekerja anak; dan mendorong kerja sama strategis antara media dengan Pemda untuk peningkatan SDM dan profesionalitas media dalam upaya menghapus PA pekerja anak dan perlindungan anak secara umum.

e. Kepada dunia usaha:

Perusahaan perlu melakukan sosialisasi kepada jajaran staf maupun pihak-pihak lainnya terkait adanya kebijakan/peraturan larangan mempekerjakan anak termasuk menginformasikan tentang PA, Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) dll; mendorong perusahaan membangun sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja; mendorong perusahaan untuk memastikan pencegahan pekerja anak di sepanjang jalur rantai pasok Perusahaan; mendorong perusahaan untuk membangun standar prosedur operasional mengenai penghapusan pekerja anak di lingkungan Perusahaan; dan mendorong perusahaan untuk merumuskan program Tanggung Jawab Sosial atau ​​corporate social responsibility (CSR) yang berfokus pada pemenuhan hak-hak anak.

f. Kepada dunia Pendidikan dan Perguruan Tinggi:

Mendorong Perguruan Tinggi untuk memasukkan materi tentang perlindungan anak (PA,BPTA dll) dalam kurikulum perkuliahan ataupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan mahasiswa di kampus (pembekalan KKN, Pengabdian, dll) ataupun pihak-pihak lainnya; Perguruan Tinggi (PT) penting untuk terlibat aktif dalam mengembangkan model-model kegiatan yang mendukung pencegahan dan penanggulangan PA, BPTA;

KPAI melalui Rakornas ini berharap agar semakin meningkatkanya akuntabilitas dan kualitas hasil pengawasan klaster Perlindungan Khusus Anak juga meningkatnya peran aktif Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan stakeholder terkait sistem perlindungan anak untuk melaksanakan rekomendasi hasil pengawasan klaster Perlindungan Khusus Anak KPAI tahun 2023, tutup Ai. (Fz/Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version