Kepolisian membongkar jaringan penjualan video pornografi anak sesama jenis melalui media sosial secara daring (online). Polisi menyita 750 ribu foto dan video berkonten pornografi anak dengan sesama jenis yang diperjualbelikan oleh ketiga pelaku yang sudah ditangkap.
Dari 750 foto dan video yang disita, hasil analisis polisi menyatakan sekitar 40 persen berisi anak-anak dan berparas Melayu. “Kami belum bisa memastikan apakah itu anak dari Indonesia atau negara Asia lainnya,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Adi Deriyan, Minggu (17/9/2017).
Adi mengatakan, ketiga pelaku mendapatkan video pornografi anak itu melalui akun Facebook dan grup Whatsapp serta Telegram. Pelaku diduga memiliki afiliasi dengan perkumpulan pencinta sesama jenis di 49 negara.
Setelah mendapatkan foto dan video pornografi anak-anak tersebut, pelaku mengambil dan menyimpan, kemudian akan mengirimkan kepada para pembeli jika ada yang berminat yang diperjualbelikan melalui akun Twitter milik pelaku.
Tersangka Y ditangkap pada Selasa (5/9/2017) di Purworejo, Jawa Tengah. Y memiliki peranan sebagai admin grup Telegram. Y menjual dan menyebarkan video bermuatan pornografi anak melalui grup tersebut dan mengambil keuntungan dari menjual foto dan video melalui grup Telegram.
Tersangka Y telah beroperasi sejak Juli 2017 dengan menjual foto dan video berkonten pornografi seharga Rp10.000 hingga Rp50.000.
Tersangka H ditangkap di Garut, Jawa Barat. Peranan H adalah menyebarkan dan mengambil keuntungan dari gambar bermuatan pornografi anak dengan menggunakan dua akun media sosial Twitter.
H menjual foto dan video tersebut seharga Rp100.000 untuk 50 foto video. Transaksi dilakukan dengan transfer dana ke rekening tertentu atau transfer pulsa.
Adapun tersangka I ditangkap pada Kamis (7/9/2017) di Bogor, Jawa Barat. I menggunakan media sosial Twitter dan blog pribadi yang berisikan foto dan video pornografi anak yang juga mengambil keuntungan pribadi.
Adi mengatakan motif dari ketiga pelaku tersebut karena fantasi seksual, kepuasan seksual dan masalah ekonomi.
Atas perbuatannya itu, para pelaku dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Polisi juga menjerat pelaku dengan Pasal 4 Ayat (2) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 30 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan akan mengundang Twitter berkaitan dengan adanya kasus jual beli foto dan video berkonten pornografi anak dengan sesama jenis. Susanto mengatakan KPAI ingin mengetahui lebih jauh tentang apa saja yang sudah dilakukan oleh pihak Twitter.
“Supaya nantinya ada preventif agar tidak ada korban, agar Twitter punya sistem proteksi internal dan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban,” kata Susanto melalui Kompas.com.
Susanto menambahkan, KPAI akan berupaya melakukan rehabilitasi kepada korban. Korban yang ada dalam foto atau video, kata Susanto, memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang pada masa depan.
Dalam dokumen Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar), beberapa kasus yang sering diadukan lewat KPAI sepanjang 2016, ihwal aktivitas anak di ranah daring.
Aduan itu antara lain tentang anak menjadi korban pornografi dari media sosial, kepemilikan media pornografi, korban kejahatan seksual daring, dan pelaku kejahatan seksual daring. Dari beberapa jenis aduan, kasus yang paling sering dilaporkan adalah mengenai korban pornografi dari media sosial.