Penyandang Disabilitas, termasuk Anak dengan Disabilitas dan Berkebutuhan Khusus, Membutuhkan Layanan dan Biaya Kesehatan Yang Lebih Besar

Foto: Humas KPAI, 2025

Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Save The Children Indonesia, Komisi Nasional Disabilitas, dan Lembaga Analis dan Advokasi Kebijakan Publik (ELKAPE) menggelar Diskusi membahas tentang Kertas Kebijakan Pembiayaan Kesehatan Anak Penyandang Disabilitas Tahun 2025 pada, Rabu (19/02/2025).

Berdasarkan data Survei Kesejahteraan Indonesia (SKI) 2024, anak penyandang disabilitas di Indonesia mencapai sekitar satu juta dari total populasi anak yang berjumlah sekitar 83 juta jiwa. Angka ini menyoroti pentingnya perhatian khusus terhadap kelompok ini, mengingat mereka menghadapi berbagai tantangan seperti keterbatasan akses terhadap layanan dasar, stigma sosial, diskriminasi, serta minimnya kesempatan untuk berkembang secara optimal. Oleh karena itu, strategi pencegahan, deteksi dini, dan intervensi yang komprehensif menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam sambutannya menekankan bahwa pemenuhan hak kesehatan bagi anak penyandang disabilitas harus menjadi prioritas dalam kebijakan publik. “Kami ingin memastikan bahwa setiap anak penyandang disabilitas mendapatkan hak yang sama dalam akses layanan kesehatan, baik dalam cakupan nasional maupun daerah,” ujarnya.

Diskusi ini, menghadirkan sejumlah narasumber dan penanggap dari berbagai instansi pemerintah dan organisasi internasional, termasuk Kementerian Koordinator Bidang PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Nasional Disabilitas, serta Save The Children Indonesia. 

Salah satu narasumber, RR. Rita Erawati, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas, menyatakan bahwa kebijakan pembiayaan kesehatan untuk penyandang disabilitas telah dimasukkan sebagai salah satu dalam prioritas nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. 

“Pembangunan kesehatan inklusif bagi anak penyandang disabilitas merupakan bagian dari strategi nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. Ia juga mengapresiasi langkah KPAI dalam menyusun kertas kebijakan ini. “Kertas kebijakan ini sangat penting sebagai landasan dalam mendukung pembiayaan kesehatan yang lebih adil dan merata,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyampaikan apresiasi terhadap langkah pemerintah dalam memberikan perhatian pada anak penyandang disabilitas. Namun, ia juga menegaskan bahwa masih banyak tantangan yang harus diselesaikan. 

Solusi terbaik untuk pemenuhan hak pembiayaan kesehatan anak penyandang disabilitas harus segera diwujudkan dengan kebijakan yang berpihak kepada mereka, kemudian regulasi saat ini harus lebih proaktif dalam menjamin hak kesehatan anak disabilitas.

“Kami akan mengawal pembiayaan untuk anak disabilitas, baik di APBN maupun APBD, agar lebih transparan dan terarah,” tegas Jasra.

Diskusi ini bertujuan untuk memetekan pembiayaan kesehatan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas di Indonesia, serta merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada anak.

Dr. Wahyudi Wibowo, menjelaskan urgensi afirmasi dalam pembiayaan kesehatan anak penyandang disabilitas. “Aspek mendasar dalam layanan kesehatan bagi anak penyandang disabilitas adalah pemantauan perkembangan dan deteksi dini agar mereka memperoleh intervensi yang tepat,” paparnya. Ia juga menggarisbawahi bahwa sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini masih memiliki keterbatasan dalam mencakup layanan khusus seperti terapi wicara dan okupasi.

Lebih lanjut, Eka Prastama Widiyanta, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, menyoroti perlunya perluasan cakupan JKN untuk memenuhi kebutuhan spesifik anak penyandang disabilitas. “Masih banyak layanan yang belum terjangkau oleh JKN, seperti alat bantu dan terapi berkelanjutan. Ini yang perlu menjadi perhatian ke depan,” katanya.

Ali Moechtar dari UNICEF Indonesia menambahkan bahwa pemetaan pemangku kepentingan perlu dilakukan secara menyeluruh untuk menentukan peran masing-masing dalam mendukung kebijakan pembiayaan kesehatan bagi anak penyandang disabilitas. “Kita juga harus memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak mengurangi pembiayaan kesehatan anak disabilitas,” tegasnya. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana kesehatan anak penyandang disabilitas di tingkat nasional dan daerah.

Diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain peningkatan alokasi anggaran untuk program kesehatan anak penyandang disabilitas, perluasan cakupan JKN agar mencakup layanan kesehatan khusus seperti terapi dan alat bantu, serta peningkatan koordinasi antar sektor guna mengintegrasikan program yang ada. Dengan adanya forum ini, KPAI optimis bahwa hak kesehatan bagi anak penyandang disabilitas dapat lebih terjamin di masa mendatang. (Ed:Kn)

Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727

Exit mobile version