PENGAWASAN KPAI TERHADAP 2 KASUS KEKERASAN FISIK PADA ANAK DI MEDAN

Diyah Puspitarini Anggota KPAI

Jakarta, – KPAI telah menerima 2 pengaduan kasus terkait penganiayaan anak di Medan pada bulan Juli. Kasus yang pertama menimpa 2 anak masing-masing berusia 12 tahun dan 2 tahun meninggal dunia bersama dalam kebakaran di rumah wartawan di Tanah karo. 

Diyah Puspitarini Anggota KPAI saat ditemui di Kantor KPAI pada, (02/08/2024) menyampaikan bahwa dalam kasus ini terdapat unsur kekerasan sebab dimana sebelum terjadi kebakaran, 4 orang korban yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan cucu ditemukan dalam satu ruang dengan luka-luka yang bukan disebabkan karena terkabar.

Sementara itu, tuntutan hukum pada tersangka tidak mencantumkan adanya pelanggaran UU Perlindungan Anak, pasal 76C junto 80; d) Adanya unsur perencanaan yang mengakibatkan jatuhnya korban anak, maka perlu ditetapkan tuntutan pasal 340 KUHP, tegas Diyah.

Hak terhadap keluarga korban sampai saat ini dilaporkan bahwa belum adanya pendampingan psikososial dan juga pendampingan dari pekerja sosial serta belum adanya bantuan sosial yang diberikan kepada keluarga anak korban. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Selain hal tersebut juga dilaporkan bahwa keluarga mendapatkan intimidasi dalam pengungkapan kasus ini;

Diyah juga menyoroti dalam kasus ini semula ditangani oleh Polda Sumatera Utara, namun setelah ada penetapan tersangka, kasus dikembalikan ke Polres Tanah Karo dengan alasan locus delitic, sementara dalam pasal 2 ayat 2 PP/2007 atas pembagian wilayah administrasi kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu, namun diperbolehkan jika melaporkan kejadian pada tingkat di atasnya, seperti Polda, Mabes Polri.

KPAI mengapresiasi Polda Sumatera Utara yang telah menetapkan 3 orang tersangka, namun dalam mengungkap dalang atau aktor utama yang diduga adalah oknum TNI sudah semestinya ditindaklanjuti dengan lebih serius, mengingat korban diantaranya adalah anak-anak.

Lebih lanjut, Diyah menuturkan kasus yang kedua yang diterima oleh KPAI melalui layanan pengaduan adalah kasus penganiayaan terhadap MHS (13) tahun hingga korban meninggal dunia dan sampai hari ini setelah kasus ini dilaporkan kepada pihak berwajib pelakunya belum ditangkap. 

MHS adalah anak yang salah sasaran penganiayaan karena saat itu berada di lokasi dan hanya melihat. Keluarga korban telah berupaya untuk melaporkan kejadian penganiayaan ini namun hingga saat ini belum ada penetapan status tersangka.

Diyah menyoroti temuan KPAI atas kasus ini adalah proses hukum dinilai lambat dan hingga hari ini setelah 3 bulan lebih dari kejadian belum ada penetapan status tersangka, diduga kuat pelaku adalah oknum TNI. Lebih lanjut, hak terhadap keluarga korban terkait bantuan sosial serta pendampingan dari pekerja sosial belum diterima.

Penanganan dua kasus tersebut dianggap melanggar UU PA, karena berdasarkan UU Perlindungan Anak pasal 59A, bahwa perlindungan khusus bagi anak hendaknya dilakukan melalui upaya a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.

Selain itu, dalam kondisi anak yang meninggal dunia, anak tersebut harus tetap mendapatkan hak nya yakni untuk mendapatkan kejelasan penyebab kematian sehingga anak tidak mendapat stigma negatif dari masyarakat, begitu juga dengan keluarga yang ditinggalkan, KPAI turut prihatin atas kejadian yang terjadi dimana dari kedua kasus tersebut pelaku utama adalah oknum TNI yang seharusnya memberikan perlindungan kepada anak.

Atas dua kasus di atas, KPAI menyampaikan : (1) Tidak ada toleransi atas segala bentuk penganiayaan dan kekerasan yang terjadi pada anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia; (2) Meminta Panglima TNI memperhatikan dan menindaklanjuti kasus ini sebagai bentuk kepedulian terhadap perlindungan anak di Indonesia; (3) Meminta Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan dan Walikota Tanah Karo agar memberikan perhatian kepada kasus kekerasan pada anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia; (4) Meminta kepada Polda Sumatera Utara untuk melakukan proses hukum dengan cepat, terang dan terbuka, karena menyangkut nasib dan nyawa anak bangsa, hukum agar ditegakkan seadil-adilnya dan segera menangkap pelaku utama dengan tuntutan pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak pasal 76C junto pasal 80; (5) Meminta UPTD PPA Sumatera untuk segera memberikan pendampingan kepada keluarga korban, baik pendampingan psikososial maupun perlindungan hukum bagi yang memerlukan; (6) Meminta Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara untuk memberikan bantuan sosial dan menurunkan pekerja sosial agar memberikan pendampingan kepada keluarga dan juga masyarakat sekitar; (7) Meminta pemerintah daerah dan dibawahnya agar memberikan perlindungan kepada keluarga korban.

Harapannya, dengan 7 hal yang disampaikan KPAI kepada pihak terkait agar segera ditindaklanjuti demi menegakkan keadilan bagi korban anak sesuai amanah UU Perlindungan Anak sebab anak adalah generasi bangsa yang negara harus hadir dalam pemenuhan dan perlindungannya, pungkas Diyah. (Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version