Pemerintah Bersama Tri Pusat Pendidikan Harus Lebih Optimal “Turun Tangan” atasi Bullying/Perundungan Pada Satuan Pendidikan

Aris Adi Leksono Anggota KPAI dalam Konferensi pers LAT 2023 pada, Senin (22/01/2024)

Jakarta, – KPAI menerima pengaduan Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama sebanyak 329 kasus (Pusdatin KPAI, 2023). Jumlah tersebut dengan tiga aduan tertinggi yakni anak korban bullying/perundungan di satuan pendidikan (tanpa LP), anak korban kebijakan sekolah, kemudian anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan.

KPAI menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus bullying/perundungan pada satuan pendidikan yang terus menerus terjadi seperti fenomena “gunung es” satu kasus nampak, yang lain masih belum terungkap, satu kasus tertangani, masih banyak lagi yang terabaikan. Tercatat oleh KPAI sebanyak 20 kasus bullying/perundungan berakibat fatal dan menjadi penyebab kematian. Selain itu juga, perlu diketahui bahwa dampak bullying selain luka fisik permanen juga trauma psikis yang menjadi perhatian kita bersama untuk memberikan trauma healing sampai sembuh, ucap Ari Adi Leksono Anggota KPAI usai Konferensi Pers Laporan Akhir Tahun 2023 di KPAI pada, Senin (22/01/2024).

Dalam kasus bullying/perundungan modus pelaku biasanya tidak hanya sendiri bahkan cenderung melibatkan teman lain dan dilakukan secara sadis, terbuka, bahkan seakan merasa “bangga”, tanpa malu dan tidak takut dengan akibat yang akan ditanggung. Kemudian ada kecenderungan mendokumentasikan hal tersebut, sehingga merasa bangga ketika viral, dan ketika itu viral dampak psikis yang ditimbulkan sangatlah berat karena ditonton oleh anak, ucap Aris. 

Lebih lanjut Aris menambahkan bahwa KPAI juga menemukan masih ada warga Satuan Pendidikan yang menutupi kejadian bullying/perundangan, hal tersebut dilakukan karena dianggap akan merusak reputasi lembaga atau personalia di dalamnya. Tentu hal ini tidak dibenarkan, Satuan Pendidikan harus bersikap tegas terhadap kasus kekerasan terhadap anak didik demi menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dalam proses belajar mengajar, lanjutnya.

Hasil pengawasan KPAI pada beberapa kasus menunjukkan bahwa bullying/perundungan marak terjadi karena beberapa faktor, antara lain; Pertama, kondisi pengawasan, pembinaan, dan edukasi tentang bullying kurang optimal dari satuan pendidikan. Satuan pendidikan tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku pada peserta didik, bagaimana mengenali “circle” peserta didik, bagaimana interaksi anak dengan keluarga dan lingkungan, bagaimana mengawasi media sosialnya, dan lainnya. Kedua, sebagian warga satuan pendidikan masih menganggap bahwa bullying/perundungan adalah masalah biasa seperti “kenakalan anak biasa”, mereka baru menyadari bahayanya setelah kasus terjadi, dan menemukan dampak fisik dan psikis yang mengancam tumbuh kembang anak, hingga ada anak yang meninggal, bahkan mengakhiri hidup akibat trauma bullying/perundungan.

Ketiga, sistem pendidikan, kurikulum, dan praktik pembelajaran belum optimal dalam merespon perubahan perilaku peserta didik, baik karena pengaruh lingkungan atau media sosial. Beban transfer pengetahuan masih sangat berat, sehingga mengabaikan penguatan sikap, karakter, mental, dan adab/akhlak mulia. Akibatnya anak terlambat membentuk “konsep diri” yang baik. Dengan konsep diri, anak dapat tumbuh kembang dengan kesadaran dan tanggung jawab akan perbuatannya, serta dapat membedakan perilaku baik dan buruk, mana yang perilaku merugikan dirinya dan atau orang lain, mana perilaku merugikan keluarga dan lembaga tempat dia belajar.

Keempat, belum optimal implementasi regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Terbukti masih terjadi miskonsepsi terkait pola koordinasi lintas Perangkat Daerah, Aparat Penegak Hukum, Satuan Pendidikan dan lembaga masyarakat terkait teknis pembentukan Satgas Daerah, Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan (PPKSP), teknis penanganan kasus, dan lainnya. Selain itu, pencegahan dan penanganan masih bertumpu hanya pada satuan pendidikan dan dinas pendidikan atau kementerian agama tingkat kota/ kabupaten/provinsi.

Kelima, edukasi dan perhatian keluarga kepada anak berkurang, karena faktor ekonomi, kesibukan, dan broken home, akibatnya anak menjadikan media sosial sebagai rumah kedua untuk mencari perhatian dari sumber yang salah. Sehingga anak mudah terpengaruh oleh tayangan kekerasan yang ditonton.

KPAI menyepakati beberapa rekomendasi agar segera ditindaklanjuti demi menghapus kekerasan pada Satuan pendidikan. Rekomendasi ini ditujukan kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah juga kepada Satuan Pendidikan dan Masyarakat serta Keluarga 

Pemerintah Pusat dan Daerah:

  1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Kementerian Agama (Kemenag) segara melakukan evaluasi kurikulum dan metodologi pembelajaran dengan menitikberatkan penguatan kesehatan mental, pembelajaran penguatan karakter, sikap spiritual dan sosial berbasis pembiasaan terintegrasi dengan lingkungan keluarga dan masyarakat;
  2. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) segara membatasi tayangan media sosial atau lainya yang mengandung unsur kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya, agar tidak ditiru anak yang menonton;
  3. Kemendikbudristek bersama Kemenag mewajibkan kepada Pemerintah Daerah untuk membentuk Satgas PPKSP yang beranggotakan lintas Perangkat Daerah dan Penegak Hukum, dengan dukungan SDM kompeten dalam kerja Perlindungan anak, serta dukungan anggaran dan program;
  4. Kemendikbudristek dan Kemenag bersama Satgas PPKSP tingkat Daerah memastikan satuan Pendidikan membentuk Tim PPKSP dengan melibatkan SDM yang kompeten dalam kerja perlindungan anak;
  5. Kemendikbudristek dan Kemenag bersama Pemerintah Daerah perlu menambahkan jumlah Guru Bimbingan Konseling (BK) pada setiap satuan pendidikan, serta membekali setiap tenaga pendidik dan kependidikan kompetensi dasar ke-BK-an;
  6. Kemendikbudristek dan Kemenag perlu bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), agar Dinas Kesehatan di Daerah secara berkala memberikan edukasi kepada satuan pendidikan tentang kesehatan mental, assessmet psikologi, dan layanan konsultasi kesehatan lainnya;
  7. Kemendikbudristek dan Kemenag bersama Pemerintah Daerah secara masif memberikan pelatihan kepada Satgas dan Tim PPKSP terkait KHA, Satuan Pendidikan Ramah Anak, Disiplin Positif, Dasar kompetensi Psikologis dan Kesehatan Mental, dan bentuk program yang mengarah pada upgrading skill pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan;
  8. Secara berkala Pemerintah Daerah mendorong Satgas dan Tim PPKSP untuk melakukan monitoring dan evaluasi bersama, selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan wilayah, pimpinan daerah, hingga pusat untuk ditindaklanjuti;
  9. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memfasilitasi forum masyarakat, baik lintas komite sekolah atau lainnya untuk terlibat aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.

 Satuan Pendidikan:

  1. Menguatkan kembali kurikulum berbasis karakter, kesehatan mental, pembinaan sikap spiritual dan sosial dengan pembiasaan, serta memfasilitasi minat bakat anak, secara integratif dengan kebutuhan lingkungan masyarakat dan keluarga;
  2. Menyiapkan SDM Tim PPKSP yang memiliki latar belakang psikolog atau konseling, atau guru yang memiliki perspektif perlindungan anak, serta mampu memberikan bimbingan, pendampingan, dan solusi terkait masalah perkembangan anak;
  3. Secara intensif melakukan sosialisasi dan edukasi terkait bahaya bullying kepada peserta didik, guru, tenaga kependidikan, orang tua, dan lingkungan sekitar satuan pendidikan;
  4. Menyediakan layanan pengaduan yang terintegrasi dengan lembaga layanan pengaduan pemerintah, baik layanan langsung maupun online;
  5. Memberikan bimbingan atau pelatihan kepada guru, tenaga kependidikan, dan orang tua terkait perspektif perlindungan anak, kesehatan mental, parenting, dan lainnya;
  6. Bekerjasama dengan pusat layanan masyarakat, baik milik pemerintah atau swasta untuk melakukan upaya promotif dan preventif berkelanjutan dalam menghapus kekerasan pada satuan pendidikan;
  7. Menguatkan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, masyarakat, hingga aparat desa untuk melakukan upaya bersama pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan;
  8. Menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang aman, nyaman, ramah, dan sehat untuk mendukung pengembangan minat dan bakat anak, sesuai tahap tumbuh kembangnya.

Keluarga dan Masyarakat:

  1. Keluarga wajib memberikan pengasuhan positif pada anak, dalam bentuk memperhatikan sikap dan tumbuh kembangnya, pembinaan, pengawasan, serta keteladanan, sehingga orang tua dapat menjadi role model bagi anaknya;
  2. Keluarga perlu mengintensifkan komunikasi pada satuan pendidikan terkait kontrol perkembangan karakter, mental, pergaulan dan capaian pembelajaran anak;
  3. Masyarakat perlu meningkatkan kepedulian dalam peran serta pengawasan sikap dan pergaulan anak di lingkungan. Jika terjadi potensi perilaku negatif pada anak, masyarakat tidak segan mengingatkan dan membina.

KPAI mengajak semua pihak agar “turun tangan” untuk menghapuskan kekerasan pada satuan pendidikan. Mari semua gotong royong mengoptimalkan fungsi Tri Pusat Pendidikan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan, tutup Aris. (Pw/Ed:kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version