Kasus kekerasan seksual terhadap siswa taman kanak-kanak Jakarta International School (JIS) menemukan fakta baru. Laporan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan setidaknya ada dua korban lain yang pernah mengalami kekerasan seksual. “Pelakunya diduga tenaga pendidik,” ujar Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh, Jumat 25 April 2014.
Asrorun menjelaskan, temuan itu diperoleh setelah KPAI mendapatkan laporan dari para orang tua dan siswa yang mengaku pernah menjadi korban. Seorang korban diantaranya adalah siswa sekolah dasar dan sisanya siswa TK. “Keduanya saat ini masih aktif berlajar di sekolah tersebut,” katanya. “Dengan demikian, total korban yang diketahui hingga kini mencapai tiga orang.”
KPAI mengaku sedang mendalami laporan tersebut secara bertahap. Upaya itu juga akan dikoordinasikan dengan proses penyidikan yang saat ini dilakukan aparat kepolisian. Menurut Asrorun, kasus yang muncul di sekolah tersebut tidak hanya berkaitan dengan masalah kekerasan seksual. Sejumlah guru di sekolah itu juga diketahui kerap memperagakan prilaku menyimpang seperti berciuman dengan sesama jenis.
“Berciuman dengan hasrat sudah masuk kategori pornoaksi. Ini jadi masalah besar karena dipertontonkan di depan siswa,” kata Asrorun. Asrorun menduga prilaku itu muncul karena jaringan pelaku pedofil telah lama hidup dengan nyaman di lingkungan tersebut. Terlebih setelah FBI melaporkan adanya pelaku pedofil yang pernah mengajar di sekolah tersebut selama 10 tahun.
“Pengamanan di sekolah itu sangat ketat, jauh melebihi pengamanan di istana negara. Tapi yang terjadi bukanlah untuk melindungi para siswa, melainkan memelihara predator anak,” kata Asrorun. KPAI menduga korban kekerasan seksual di sekolah itu jauh lebih banyak dari yang dilaporkan. Untuk itu, ia menyarankan agar para korban berani melaporkan kasus yang mereka alami ke pihak kepolisian.
Kasus ini terkuak atas laporan salah seorang orang tua murid. Sejumlah petugas kebersihan sekolah bertaraf internasional itu diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya yang masih duduk di taman kanak-kanak. Polisi lantas menetapkan dua orang tersangka. Di saat bersamaan, Kementerian Pendidikan membekukan proses belajar-mengajar untuk tingkat TK sekolah tersebut karena belum memiliki izin.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh, mengaku telah meminta Kepala Kepolisian, Jenderal Sutarman, untuk menuntaskan masalah tersebut. Menurut dia, bobot kasus ini jauh lebih berat ketimbang kisruh keterlambatan naskah UN seperti yang terjadi pada tahun 2013. “UN itu cuma masalah teknis-manajemen. Tapi ini menyangkut masa depan anak dan nilai-nilai kemanusiaan,” katanya.