Dalam tiga bulan terakhir kasus trafficking dan eksploitasi yang menyasar anak di bawah umur menunjukkan kompleksitas kasus yang memprihatinkan. Hal itu terlihat dari modus baru kejahatan dari mulai trafficking dan eksploitasi seksual, anak masuk dalam jeratan prostitusi serta anak dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi; mereka dilibatkan dalam pekerjaan buruk hingga program sekolah magang palsu ke luar negeri.
KPAI mereview trend kasus trafficking dan eksploitasi anak di awal tahun 2018 meliputi anak korban trafficking 8 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial anak 13 kasus, anak korban prostitusi 9 kasus dan anak korban eksploitasi ekonomi 2 kasus. Jumlah tersebut menjadi bola salju jika melihat akumulasi data Bareskrim POLRI bidang PTPPO 2011-2017 menunjukan angka 422 kasus anak korban kejahatan trafficking dengan modus tertinggi yakni eksploitasi seksual. Begitu pula data yang dihimpun IOM (international organization for migration) yang menunjukkan tahun 2005 sampai 2017 sebanyak 8.876 korban trafficking dan 15% nya atau sebanyak 1.155 korban adalah anak.
Di akhir tahun 2017 publik geram mendapati anak yang dijual kepada WNA di Jakarta yang pengrekrutannya melibatkan anak di bawah umur, kemudian 3 remaja asal Jawa Barat dieksploitasi secara seksual di Kota Surabaya di sebuah Apartemen. Setelah itu muncul kasus pelajar yang dijual dengan menawarkan hubungan seksual threesome melalui media social oleh pacarnya sendiri. Kemudian, seorang remaja berhasil kabur dari perusahaan hiburan yang mulanya menjanjikan pekerjaan pramusaji namun harus melayani pria hidung belang di Jakarta. Dan prostitusi di rumah pribadi melibatkan anak hingga hamil oleh Pasutri di Aceh. Di sisi lain, eksploitasi pada anak kerap ditampilkan oleh orang terdekat (orang tuanya) terlihat dari viralnya seorang anak (baby U 11 bulan) tergeletak lemas disebuah minimarket hingga akhirnya kepolisian turun tangan mengamankan. Terkini, peristiwa trafficking melalui modus penawaran magang palsu kepada sekolah-sekolah Kejuruan untuk bekerja di luar negeri seperti Malaysia dengan tindak eksploitasi yang kejam, seperti jam kerja hingga 18 jam/hari, gaji rendah dan tidak diperlakukan manusiawi.
Modus Baru Eksploitasi Seksual; Ajakan Teman Sebaya, Transaksi Elektronik Hingga Difasilitasi Di Ruang Privat
Beberapa modus baru yang penting untuk diwaspadai, diantaranya Pertama rekruitment teman sebaya dalam komunitasnya, seperti anak-anak jalanan yang juga diajak dan diperkenalkan kepada WNA oleh teman (usia anak) sendiri. Kedua, transaksi secara elektronik, melalui media social atau kelompok group tertentu memudahkan praktik eskploitasi seks komersial bahkan anak-anak masuk jaringan prostitusi.
Ketiga tempat-tempat eksploitasi seks komersial selain tetap menempatkan trend di tempat-tempat hiburan dan hotel, pilihan apartement bahkan rumah pribadi menjadi tempat terselenggaranya prostitusi, tentu saja hal ini lebih menyulitkan aparat untuk mendeteksi terjadinya kejahatan di ruang privat. Hal tersebut mengharuskan kepolisian dan masyarakat semakin waspada membangun pengawasan secara partisipatoris untuk melaporkan dan deteksi dini hal tersebut.
Eksploitasi Ekonomi; Dalih Kemiskinan Hingga Berkedok Magang ke Luar Negeri
Menurut pengawasan KPAI dalam kasus eksploitasi ekonomi masih menemukan peran serta orang dewasa, orang terdekat bahkan orang tua yang memberikan sejumlah perlakuan yang salah pada anak. Dari kasus Baby U yang diajak ngamen oleh orang tuanya, cenderung kekurangan gizi yang berkelindan dengan faktor kemiskinan bertahun-tahun hidup di Jakarta tetap tidak bisa dibenarkan. Kasus tersebut kini sudah ditangani Dinas sosial.
Modus baru magang namun disertai praktik eksploitasi termasuk katagori trafficking, terlebih lagi mereka ditempatkan di luar negeri yang seharusnya memiliki standarisasi magang yang saling memberikan keuntungan. Dari Koran tempo (26/03/2018) data sementara korban berjumlah 600 orang di Jawa Tengah dan kiriman dari NTT sejak tahun 2009. Menurut DP3AKB Jawa Tengah saat ini jumlah korban mencapai total 138 orang terdiri dari 86 korban dari NTT dan Jawa Timur, sedangkan 52 korban berasal dari SMK Kendal yang kini tengah disidangkan di PN semarang. Dalam pantauan KPAI, melalui koordinasi dengan Polda NTT Bidang Trafficking menyampaikan data trafficking yang menyasar anak dari tahun 2016 sampai 2018 mencapai 38 kasus secara keseluruhan di luar modus magang di atas. Pelaku program magang palsu tersebut sudah menjadi terdakwa yakni Windy Direktur PT Sofia yang bekerja sama dengan PT Walet Maxim Birdnest milik Albert Tei di Selangor Malaysia.
Rekomendasi KPAI ; Edukasi Anti Traficking, Penegakkan Hukum (Pemulihan, Restitusi Dan Reintegrasi Korban) Menuju Pengawasan Partisipatoris Dengan Masyarakat
KPAI sebagai lembaga pengawasan merekomendasikan terselenggaranya edukasi secara maksimal, baik melalui pendidikan formal (sekolah/madrasah) maupun masyarakat di level akar rumput agar mengenali dan mencegah terjadinya tindak penjualan manusia terutama menyasar kelompok rentan pada perempuan dan anak. Jumlah anak saat ini menurut BPS 83,9 juta jiwa merupakan kelompok yang rentan pada tindak trafficking dan eksploitasi tersebut. Penegakkan hukum merupakan proses penanganan korban dan pelaku sebagai ujung tombak implementasi perundang-undangan UU no 21/2007 tentang PTPPO dan UU 35/2014 tentang PA sebagai upaya efek jera dan keadilan bagi korban. Selanjutnya lembaga terkait seperti Dinas Sosial, RPSA, P2TP2A, dan Gugus tugas PTPPO di seluruh daerah harus mampu memberikan perlindungan secara komprehenship kepada korban.
Korban TPPO harus dipastikan dapat terlindungi haknya, selain pemulihan fisik psikis dan psikologis, maka pemastian restitusi mendapatkan sesuai dengan PP no 43 tahun 2017 tentang pelaksanaan Restitusi (ganti rugi) merupakan langkah nyata yang harus dipenuhi. Selanjutnya hak reintegrasi bagi korban dengan keluarga yakni proses pengembalian korban agar bisa kembali sebagai manusia yang utuh dan wajar kembali kepada keluarga harus mampu memastikan korban dalam keadaan aman dan tidak kembali pada lingkungan semula.
Untuk itu, KPAI menyerukan dan mengajak masyarakat untuk menjadi para pengawas secara partisipatoris di lingkungan masyarakat. Hal itu diperlukan mengingat kasus-kasus terrtentu dilakukan di lingkungan terdekat, sampai di rumah yang merupakan penghuninya sendiri. Masyarakat agar memiliki kepedulian, keberanian dan tergerak hatinya untuk mengadukan dan melaporkan segera jika terjadi hal-hal janggal yang berkaitan dengan perdagangan orang terutama menyasar anak-anak.
KPAI Awasi Kasus Program Magang Palsu Ke Luar Negeri; Lindungi Anak, Tegakkan Hukum; Penuhi Restitusi
Menyikapi hasil investigasi Koran Tempo tentang kejahatan trafficking berkedok magang di luar negeri, KPAI menyerukan agar keluarga dan satuan pendidikan mewaspadai dan bersikap kritis terhadap penawaran seperti itu dengan mengutamakan perlindungan untuk anak-anak kita. Khusus dalam kasus di Jawa Tengah, KPAI akan terus mengawasi agar proses hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak. Para pelaku dan korporasi dapat dituntut dan dikenai UU PTPPO dengan sanksi pencabutan izin usaha serta UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yakni hukuman pidana maksimal 15 tahun sekaligus harus memenuhi hak restitusi bagi korban, yang telah mengalami kerugian baik materi dan non materi.
KPAI juga membuka posko pengaduan untuk korban lain di berbagai sekolah yang diduga masih banyak kasus-kasus magang di daerah-daerah lainnya berkedok penempatan ke Luar negeri yang kini sedang dikembangkan oleh kepolisian agar dapat segera ditangani dan menjadi perhatian kita bersama untuk mencegah sedini mungkin peristiwa tersebut tidak terulangi.
Untuk itu KPAI merekomendasi hal sebagai berikut:
- KPAI meminta semua sekolah kejuruan waspada terhadap modus baru sindikat perdagangan orang dengan modus “Program Magang Palsu Keluar Negeri”.
- KPAI mendorong Kemdikbud RI untuk mengawasi ketat program magang di luar negeri bagi siswa SMK, misalnya hanya dapat dilakukan bila ada rekomendasi dari KBRI di negara tujuan. Kemdikbud juga wajib melakukan pemantauan ke perusahaan-perusahaan di negara tujuan yang direkomendasi tersebut yang menjadi tempat magang para siswa Indonesia.
- KPAI mendorong Kemdikbud RI dan Dinas-dinas Pendidikan di seluruh Indonesia untuk memasifkan sosialisasi ke sekolah-sekolah kejuruan agar sekolah dan siswa tidak tertipu dengan Program Magang Palsu. Siswa kejuruan harus dipersiapkan untuk siap kerja dan dilindungi dari eksploitasi.