Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang bocah laki-laki berinisial L, yang diduga dilakukan oknum guru Saint Monica School berinisial H segera masuk ke dalam persidangan. Keluarga korban berharap proses peradilan dapat berjalan objektif dan jaksa memberikan tuntutan atau dakwaan berlapis terhadap pelaku.
“Proses hukum kasus dugaan pelecehan di Saint Monica saat ini sudah masuk persiapan persidangan. Rencananya, tanggal 4 Maret mendatang dilakukan sidang perdana, dengan agenda pembacaan dakwaan,” ujar kuasa hukum dari korban L, Didit Wijayanto, Selasa (24/2).
Dikatakan Didik, pihaknya bersyukur pihak kepolisian telah melakukan pelimpahan tahap dua, tersangka, dan barang bukti. Kemudian, pihak kejaksaan melakukan penahanan terhadap pelaku H pada 5 Februari 2015 lalu.
“Kami berharap peradilan dapat berlangsung objektif. Jangan ada dibolak-balik. Kalau hitam katakan hitam, jangan jadi putih,” ungkapnya.
Ia pun berharap, pihak kejaksaan mau memberikan dakwaan berlapis kepada pelaku sehingga ancaman hukumannya dapat ditambahkan sepertiga dari hukuman pidana yang terberat. Karena, diduga kuat tindakan pelecehan ini dilakukan berkali-kali. Ini diperkuat dengan hasil visum korban.
“Perbuatan pelecehan seksual ini tidak mungkin sekali. Hasil visum juga menunjukan demikian. Kami berharap jaksa memberikan pasal berlapis. Karena kalau dilapis, ancaman hukuman bisa ditambah sepertiga,” tegasnya.
Didit menambahkan, sejauh ini Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagai lembaga yang dibentuk melindungi hak-hak anak, sudah sangat membantu mengawal proses hukum kasus dugaan pelecehan ini.
“Kami harapkan di sidang ini, KPAI tetap mengawal supaya peradilan berjalan objektif sampai inkcraht, selesai, sampai eksekusi,” jelasnya.
Sementara itu, ibu korban, berinisial BL, menuturkan, hingga saat ini anaknya masih mengalami trauma akibat peristiwa pelecehan tersebut. Berdasarkan analisis psikolog Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), trauma itu bisa berdampak panjang.
“Anak saya masih trauma. Saat ini, kami dalam perlindungan LPSK. Psikolog LPSK menyatakan anak saya masih trauma. Sangat disayangkan, traumanya bisa hingga 18 tahun. Dia masih mengigau. Di depan anggota LPSK, anak saya bahkan mengatakan akan bawa pedang, bawa pistol, akan tembak miss-nya (pelaku H). Itu seharusnya bukan perkataan anak kecil,” katanya.
Ia pun berharap, pihak kejaksaan dan pengadilan tetap menjalankan proses hukum secara profesional.
“Kami juga berhadap Pak Jokowi, mau melihat masalah anak-anak. Jangan hanya masalah politik. Kami sudah mengadu ke Kementerian Peranan Wanita (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia), DPR, Kompolnas. Mereka mendukung. Anak-anak ini generasi emas, seharusnya menjadi perhatian,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang ibu atas nama BL, melaporkan dugaan kasus pelecehan seksual terhadap anaknya berinisial L -saat kejadian berusia 3,5 tahun-, yang diduga dilakukan oknum guru sekolah Saint Monica, ke Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.
Dugaan pelecehan itu terungkap ketika korban mengeluh sakit pada bagian dubur saat pulang sekolah, 29 April 2014 lalu. Menurut keterangan korban, sakitnya karena ditusuk pakai jari tangan pelaku.