Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan sikap pihak kepolisian yang tidak langsung mengamankan Tarmo (57), pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak di Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur.
“Yang kami sayangkan adalah polisi sudah ke sini tapi enggak menahan pelaku karena katanya belum ada laporan dan bukti-bukti belum ada sehingga belum bisa ditahan,” ujar Komisioner Bidang Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Jasra Putra, kepada Kompas.com, Senin (9/10/2017).
Menurut Jasra, polisi sempat datang ke lingkungan rumah pelaku dan korban di Gang Akik Yaman pada Sabtu (7/10/2017) atau sehari setelah Tarmo melakukan aksi pelecehan seksual terhadap korbannya bernama F (9).
Akibat tak diamankan, Tarmo pun kemudian kabur pada Minggu (8/10/2017). Warga yang kesal dengan kejadian tersebut kemudian memutuskan melapor ke Polsek Pulogadung.
“Menurut saya, kasus kejahatan seksual kepada anak seperti ini harusnya diamankan terlebih dahulu, baru bukti-buktinya dicari nanti. Karena enggak begitu jadi kabur pelaku sekarang,” tambah Jasra.
Di sisi lain, Kapolsek Pulogadung Kompol Sukadi yang ditemui dalam kesempatan lain membenarkan bahwa pihaknya belum bisa menahan pelaku karena belum ada laporan dan belum cukup memiliki bukti.
“Kami belum mengamankan pelaku, karena mau melakukan penangkapan harus punya alat bukti dan tindakan yang kami ambil adalah membawa korban ke RS untuk dilakukan visum. Nah hasilnya belum ada waktu itu jadi belum bisa memastikan ada pelecehan seksual,” jelas dia.
Adapun Tarmo yang berprofesi sebagai kuli bangunan diketahui telah melakukan perbuatan bejatnya itu sebanyak tiga kali.
“Jadi kejadiannya sudah berkali-kali cuma akhirnya tertangkap basah ketika Jumat Maghrib tersebut. Ketika itu si F yang menjadi korban dicari-cari tidak ada ternyata dibawa ke dalam rumah pelaku dan warga kemudian menggedor rumah pelaku untuk mengeluarkan korban,” jelas Jasra.
Namun, bukannya melapor, Ketua RT di sana dan warga sekitar membuat surat pernyataan yang isinya mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Surat itu dibuat dan ditandatangani di atas materai oleh Tarmo sendiri.
“Sangat disayangkan masyarakat membuat surat pernyataan seperti itu. Sebab, ini kan bukan perdata ringan melainkan pidana dengan hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara,” tuntas Jasra.