KPAI: PEMANTAUAN SPPA DI MAHKAMAH AGUNG DAN BARESKRIM POLRI

Doc:Humas KPAI

Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia (Ditjen Badilum MA RI), dan Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dirtipidum Bareskrim Polri). 

Pemantauan tersebut demi kepentingan terbaik bagi anak yang harus menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam menyusun regulasi, kebijakan, maupun program yang mendukung kelangsungan hidup dan perkembangan anak dengan maksimum. Terlebih anak berhadapan dengan hukum juga harus dipandang sebagai korban yang dipastikan pemenuhan haknya tanpa diskriminasi.

Sejatinya, UU SPPA telah hadir untuk menjamin hak anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai korban, saksi, maupun anak berhadapan dengan hukum. Namun dalam realisasinya masih banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi aparat penegak hukum maupun sarana prasana yang ramah anak.

“KPAI terus menjalankan mandatnya untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SPPA yang ada di Indonesia melalui koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait. Pemantauan ini dilakukan untuk menemukenali dan memahami kendala serta tantangan yang ada dalam SPPA” ucap Anggota KPAI Dian Sasmita saat menghadiri audiensi di  Ditjen Badilum MA RI pada, Senin (15/01/2023).

Sejalan dengan hal itu, Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Umum MA RI Zahlisa Vitalita mengatakan bahwa dalam penyelenggaraan perlindungan anak harus dilakukan sesuai dengan harapan negara dan dilakukan koordinasi sebagai langkah-langkah strategis dalam menjalankan SPPA ini.

Salah satu tantangan dalam implementasi SPPA ini adalah jumlah hakim dan penyidik yang memahami SPPA. Serta persebaran petugas yang telah terlatih yang belum merata di Indonesia Timur. KPAI mendorong peningkatan kapasitas hakim dan penyidik yang bersertifikat SPPA, serta tersedia mekanisme monitoring kinerja mereka secara berkala.

“Kepolisian dan hakim adalah APH yang merupakan bagian dalam pelaksanaan SPPA, sehingga keterbatasan ketersediaan aparat penegak hukum yang bersertifikat SPPA tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi sistem peradilan pidana terhadap anak,” pungkas Dian Sasmita.

Penerapan perspektif SPPA harus dilakukan melalui edukasi berkelanjutan, termasuk mengenalkan tentang dasar filosofi kehadiran SPPA. Sehingga KPAI  mendorong adanya monitoring terhadap kinerja hakim dan kepolisian yang terlatih SPPA, termasuk memberikan apresiasi kepada hakim dan kepolisian yang telah menyelesaikan dan menangani kasus anak berperspektif SPPA. 

Sementara itu, pada saat audiensi dengan Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse dan Kriminal (Dirtipidum  Bareskrim) Polri, pada Kamis (18/01/2023) yang diterima langsung oleh Wakil Dirtipidum Bareskrim Polri Kombes Pol Boy Rando Simanjuntak, Dian menyampaikan bahwa kendala lainnya dalam penerapan SPPA yaitu adanya kendala terhadap fasilitas Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang terbatas di setiap kabupaten/kota, maka pada akhirnya anak ditempatkan kembali di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak.

Bahwa permasalahan-permasalahan yang memang ada di wilayah, termasuk juga dengan instansi-instansi terkait yang menangani tentang perempuan dan anak diharapkan ada penangan gap yang ada, sehingga bisa terselesaikan dengan baik, ucap Kombes Pol Boy Rando Simanjuntak.

Tujuan SPPA yaitu menjauhkan dampak negatif sistem peradilan terhadap anak, sehingga audiensi dalam pemantauan SPPA di Mahkamah Agung dan Kepolisian dapat menjadi peningkatan penegakan SPPA di Indonesia, tutup Dian. (Rv/Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version