KPAI nilai mediasi bukan solusi atasi kasus pelecehan seksual anak

Masih belum tingginya kesadaran korban kejahatan seksual untuk melapor menjadi kendala dalam mengungkap kasus predator anak. Padahal dari waktu ke waktu jumlahnya terus meningkat dan bahkan tak jarang pelakunya berulang.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto mengatakan, hukuman penjahat seksual belum maksimal. Sehingga pelaku sering mengulangi perbuatan yang sama karena tidak adanya efek jera.

Ringannya jeratan hukum pagi penjahat seksual disebabkan minimnya alat bukti sehingga menjadikan kasus ini kerap dianggap lemah. “Padahal korbannya ada dan membutuhkan keadilan,” kata Susanto, Rabu (28/10).

Pihaknya menyesalkan bahwa korban kejahatan seksual sering kali tak mendapatkan rehabilitasi secara tuntas. Sehingga korban mengalami guncangan psikologi dalam waktu yang cukup lama.

Pelakunya juga hanya dijerat kurungan badan. “Pelaku juga harusnya mendapat rehabilitasi jadi tidak mengulangi perbuatannya,” saran dia.

Pihaknya juga mendapati masih adanya pelapor yang harus menyertakan saksi fakta ketika melapor. Padahal kasus kejahatan seksual jarang ada saksi fakta.

Sehingga menyebabkan korban sering kali kurang mendapatkan keadilan. “Kasusnya juga banyak berhenti karena beberapa pihak menghendaki mediasi. Ini bukan solusi keadilan tetapi justru melemahkan korban,” pungkasnya.

Exit mobile version