KPAI, KPPPA DAN LPSK GELAR FGD: MENYUSUN POLICY BRIEF PEMENUHAN HAK RESTITUSI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA

Foto:Humas KPAI, 2024

Jakarta, – KPAI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang Penyusunan Policy Brief tentang pemenuhan hak restitusi kepada anak korban tindak pidana di Indonesia di Hotel Jambuluwuk, Jakarta pada, Jumat (26/07/2024). Kegiatan ini sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepahaman antara KPAI dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tentang advokasi pemenuhan hak restitusi untuk anak korban pidana.

Dalam sambutannya, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menegaskan bahwa tujuan kegiatan hari ini untuk bersama-sama stakeholder dan mitra pembangunan dapat memahami terkait dengan pemenuhan hak restitusi bagi anak korban tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi di Indonesia. Melalui Policy Brief ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi restitusi di berbagai daerah juga dapat teridentifikasi tantangan utama, peluang, dan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki pemenuhan hak restitusi anak korban, tutur Ai. 

Lebih lanjut Ai menuturkan bahwa implementasi aturan perundangan yang sudah ada terkait restitusi masih belum optimal seiring dengan masih kurangnya pemahaman, perspektif dan bahkan rendahnya kapasitas para pemangku kepentingan terhadap restitusi. Sehingga perlu komitmen, peningkatan kapasitas, edukasi dan bahkan bimbingan teknis yang simultan dalam implementasinya.

Beberapa Kendala pemenuhan hak restitusi pada tataran implementasi, diantaranya dalam aspek (a) masih minimnya pengetahuan mengenai pemenuhan hak restitusi untuk anak korban pidana di tingkat pendamping dan Aparat Penegak Hukum (APH) (b) masih banyaknya penyelidikan dan penyidikan yang tidak memasukan restitusi (c) masih banyaknya restitusi belum menjadi bagian tuntutan korban dan keluarga (d) masih banyaknya restitusi tidak menjadi tuntutan dakwaan, dan (e) masih banyak putusan pengadilan yang tidak mengabulkan restitusi, mengabulkan namun bermasalah dalam eksekusi menjadi subsider kurungan dan masalah sita.

Sementara itu, Nahar Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA melalui zoom menyoroti bahwa restitusi ini adalah isu yang sangat “seksi” karena merupakan hak anak korban yang harus dipenuhi.  Dalam menangani anak korban perlu penanganan cepat terutama dalam pemenuhan hak mendapatkan rehabilitasi fisik, psikis dan sosial karena ini merupakan restitusi yang lebih diutamakan.

Dalam penanganan cepat terhadap korban tadi perlu memastikan semua pihak terkait, termasuk lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah, penegak hukum, komunitas bekerja sama untuk memberikan dukungan yang diperlukan”. Ucap Nahar. 

Perlindungan terhadap hak-hak anak di Indonesia, telah diakomodasi dalam Pasal 28B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Upaya perlindungan hak anak juga telah diakui oleh masyarakat internasional melalui Konvensi tentang Hak Anak (Convention on The Right of The Child) yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989. Konvensi ini mengakui pentingnya jaminan dan perawatan khusus yang tepat bagi anak sebelum dan setelah kelahirannya.

LPSK mendorong terkait restitusi yang sudah masuk babak baru ini perlu banyak menjalin kerjasama dengan psikolog dan juga perlu adanya standarisasi dalam penanganan dan pemberian restitusi, dan perlu adanya peran penting dari semua Kementerian Lembaga terkait. Upaya yang sudah dilakukan LPSK yaitu dalam hal proyeksi penghitungan kerugian immaterial, supaya psikolog bisa melakukan proyeksi penghitungan kerugian immaterial dimulai dari UPTD PPA kemudian LPSK membuat buku panduan bagi terlindung, ungkap Livia Iskandar Wakil Ketua LPSK periode 2019-2024.

Adapun tantangan pelaksanaan penilaian restitusi yang dihadapi oleh LPSK menurut Livia yaitu adanya permohonan yang masuk ke LPSK belum lengkap, pemahaman terkait restitusi belum meluas bagi APH, Upaya penyelesaian juga terhambat oleh waktu yang harus diwawancarai satu per satu sehingga butuh waktu yang lama.

“Pemahaman terkait restitusi masih belum meluas di kalangan APH. Banyak yang belum sepenuhnya memahami pentingnya dan prosedur restitusi, sehingga mempengaruhi proses secara keseluruhan,” lanjutnya. 

KPAI berharap agar hasil kesepakatan dalam penyusunan policy brief hari ini dapat segera dilakukan pembahasan kembali juga pembahasan mengenai Rencana Tindakan Lanjut (RTL) restitusi dapat terus berlanjut. Selain itu, penting untuk segera disusun pedoman oleh Kemen PPPA, LPSK, dan KPAI bagi Pendamping terkait edukasi restitusi terhadap korban, pungkas Ai. (Rn/Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version