KPAI Kawal Kasus Kekerasan Seksual Anak di Ngada, Tekankan Pemulihan Korban

Foto: Humas KPAI, 2025

Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan pentingnya penanganan serius dan transparan dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kasus yang melibatkan mantan Kapolres Ngada ini menjadi perhatian utama dalam konferensi pers di Divhumas Mabes Polri, Kamis (13/3).

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tidak boleh ditoleransi. Ia mengecam keras tindakan tersebut dan menekankan bahwa aparat penegak hukum seharusnya menjadi pelindung anak.

“Kami mengecam keras perbuatan ini. Negara harus memastikan pelaku mendapat hukuman setimpal tanpa adanya impunitas. Selain itu, perlindungan bagi korban dan keluarganya harus menjadi prioritas,” tegas Ai.

KPAI akan terus memantau pendampingan bagi korban yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta UPTD PPA Provinsi NTT. Ai menekankan bahwa negara memiliki kewajiban menjamin hak restitusi bagi korban dan memastikan rehabilitasi psikososial yang layak agar korban mendapatkan pemulihan yang optimal.

Dalam perkembangan terbaru, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri telah menetapkan FWLS sebagai tersangka atas dugaan kasus kekerasan seksual dan penyalahgunaan narkoba. Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divpropam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, mengonfirmasi bahwa mantan Kapolres Ngada tersebut telah ditahan di Bareskrim Polri.

Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri

Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, menambahkan bahwa FWLS diduga melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP) akibat perbuatannya.

“Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Trunoyudo.

Ia menjelaskan FWLS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa berusia 20 tahun. Adapun, tiga korban anak di bawah umur tersebut, antara lain, berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun.

Lebih lanjut, sebagai langkah secara simultan Polri dan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) akan bekerja sama untuk mengungkap motif dalam kasus pelecehan terhadap 3 anak ini dan juga mendalami dugaan pelaku menjual aksi asusilanya itu ke sebuah situs.

FWLS juga diduga merekam perbuatan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di web gelap (darkweb). Polri masih mendalami motif yang bersangkutan melakukan perbuatan dimaksud.

Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dirtipidsiber Bareskrim) Brigjen Himawan Bayu Aji

Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dirtipidsiber Bareskrim) Brigjen Himawan Bayu Aji memastikan hukuman pelaku diperberat. Sebab, kasus ini menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak.

“Serta pemberatan sepertiga pidana pokok, karena menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak,” tegas Brigjen Himawan.

Terkait kasus pidananya, pelaku disangka melanggar Pasal 6 huruf c dan Pasal 12 dan Pasal 14 ayat (1) huruf a dan b, dan Pasal 15 ayat (1) Huruf e, g, j dan l Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak pidana kekerasan seksual dan/atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 (1) UU No 1 Tahun 2024 ttg Perubahan Kedua UU ITE Jo Pasal 55 dan 56 KUHP

KPAI mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video terkait kasus ini karena dapat memperparah trauma korban dan melanggar hukum. Selain itu, KPAI mendorong platform digital serta otoritas terkait untuk segera memblokir peredaran konten ilegal yang mengeksploitasi anak.

Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi pemenuhan hak anak, KPAI berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dengan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Sosial, LPSK, serta aparat penegak hukum lainnya.

“Kami tidak akan tinggal diam dan akan memastikan keadilan bagi korban serta pencegahan terhadap kasus serupa di masa depan,” pungkas Ai.

KPAI juga mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan kasus kekerasan terhadap anak dan mendukung penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku. Dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara yang lebih aman bagi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan. (Ed:Kn)

Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727

Exit mobile version