Konawe Selatan, – KPAI melakukan monitoring dalam rangka pengawasan kasus seorang anak yang diduga mengalami kekerasan fisik oleh seorang Guru di salah satu SDN di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada, Jumat-Sabtu (25-26/10/2024).
KPAI telah bertemu anak dan keluarga korban, pihak sekolah dan jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Konawe Selatan dan PGRI Kec. Baito. KPAI menekankan beberapa hal yakni (1) kepada pihak Sekolah agar segera memenuhi hak pendidikan kepada anak korban kekerasan dan para anak saksi; (2) meminta agar negara hadir melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan langkah-langkah terukur agar anak kembali sekolah; (3) pihak sekolah untuk melakukan koordinasi dan memberi pendampingan kepada anak korban dan anak saksi agar kembali dapat sekolah seperti sedia kala; (4) sebagaimana hasil dialog di Sekolah tercapai kesepakatan bahwa PGRI Kecamatan Baito untuk mencabut surat edarannya, sehingga tidak menghambat pendidikan anak-anak di Kec. Baito serta khususnya tidak menimbulkan anak korban dan anak saksi yang sedang dalam proses hukum mengalami situasi lebih buruk .
Kasus ini menyita perhatian, karena dalam prosesnya tidak terjadi kesepakatan atau RJ/Restoratif Justice, antara korban yang dalam hal ini kedua orang tua yang melaporkan kepada pihak Kepolisian dengan S yang diduga pelaku, baik di tingkat Kepolisian maupun Kejaksaan hingga sampai dalam proses pengadilan. Seharusnya kasus ini bisa ditanggani di tingkat sekolah atau Dinas Pendidikan, melalui mekanisme yang sudah diatur dalam Permendikbud 46/2023 namun karena sistem penanganan tersebut belum efektif, sehingga lamban dan berakibat proses hukum.
Kemudian, pada perkara ini di satu sisi masalah kekerasan pada anak dianggap tidak terjadi karena Guru tidak mengakui perbuatannya, di sisi lain orang tua anak tidak mau mencabut laporan di Kepolisian karena merasa keberatan Guru yang bersangkutan tidak meminta maaf dan mengakui perbuatannya, dua hal inilah yang memutuskan laporan orang tua anak korban hingga masuk tahap pengadilan.
Sejalan dengan proses hukum yang tengah berjalan, anak korban beserta 2 anak yang menjadi saksi kunci atas terjadinya peristiwa kekerasan tersebut sudah tidak sekolah selama seminggu, hal itu dipicu oleh PGRI Kecamatan Baito yang mengeluarkan surat edaran agar para Guru mogok masal sebagai bentuk solidaritas untuk mendukung Guru yang tengah berperkara, namun tidak hanya itu, PGRI Kec. Baito juga menyerukan agar anak korban dikembalikan pada orang tua untuk dididik sendiri dan melarang sekolah lain menerima siswa yang bersangkutan sekolah di Kecamatan Baito.
Pemenuhan hak pendidikan terhadap anak korban dan anak saksi telah tertuang dalam berbagai regulasi hukum seperti pada CRC Pasal 26: setiap orang memiliki hak atas pendidikan gratis, wajib diperoleh setidaknya tingkat dasar dan menengah, Pasal 28 : hak atas pendidikan “ atas dasar persamaan dan kesempatan”, Pasal 29 : Pendidikan berpusat pada anak, ramah anak, dan memberdayakan anak, bertujuan: Mengembangkan keterampilan anak, pembelajaran dan kapasitas lainnya, martabat manusia, harga diri dan kepercayaan diri. Kemudian, dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah dijamin dalam Pasal 41 ayat (3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Serta dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat, ayat (1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejarahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Sehingga, KPAI dalam mencermati kasus anak korban kekerasan tersebut memberikan rekomendasi sebagai berikut :
- Anak korban CD (7) merupakan korban kekerasan fisik dan/atau psikis yang diduga dilakukan oleh Guru S (36), ditemukan sejumlah bukti kekerasan melalui hasil visum dan dua anak saksi (8) yaitu teman korban. Anak tersebut merupakan AMPK (Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus) sehingga diperlukan pemulihan fisik dan psikologis juga pendampingan dan pengasuhan positif secara berkelanjutan, untuk itu, KPAI mendorong UPTD PPA dan Dinas Sosial agar memberikan layanan rehabsos serta pendampingan kepada anak korban dan anak saksi;
- Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Konawe Selatan agar menghentikan upaya, langkah-langkah dan seruan untuk menghilangkan hak pendidikan anak dalam situasi dan kondisi apapun. Perihal anak melalui orang tua sedang melanjutkan perkara ke Pengadilan tidak menutup pemenuhan hak pendidikan anak korban maupun anak saksi;
- Kepada seluruh pihak untuk bisa menahan diri dalam mengikuti persidangan agar situasi dan kondisi tetap kondusif. Sebab hal ini berdampak secara serius kepada anak korban dan anak saksi juga anak dari terduga pelaku S yang mendapatkan perilaku perundungan secara sosial, di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga sekitar;
- KPAI mendorong agar pelaksanaan persidangan berlangsung tertutup, menggunakan prinsip-prinsip Sistem Peradilan Pidana Anak dan dapat menggunakan teleconference untuk korban anak maupun saksi apabila diperlukan keterangannya.
- Dengan semakin banyaknya kasus kekerasan kepada anak di satuan pendidikan, KPAI mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI untuk semakin masif melakukan sosialisasi, edukasi, serta memberikan bimtek Tim PPKSP dan Satgas terkait upaya pencegahan dan penanganan hingga pemulihan. Selain itu agar meningkatkan koordinasi antara Kemendikbud, Kemenag, Kepolisian, dan organisasi profesi guru untuk membangun kesefahaman dalam penanganan kekerasan di satuan pendidikan, khususnya yang melibatkan guru.
Sejalan dengan rekomendasi tersebut, KPAI telah berkirim surat resmi yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri Andoolo agar dalam dalam melaksanakan peradilan terhadap terdakwa pelaku kekerasan terhadap anak menerapkan Sistem Peradilan Pidana Anak.
Poin-poin penting tersebut disampaikan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah beserta Anggota KPAI Aris Adi Leksono saat gelar rapat koordinasi dengan seluruh stakeholder terkait yaitu Dinas P3KB, UPTD PPA, KPAD, Polres, Peksos, serta pihak terkait lainnya.di Kantor Bupati Konawe Selatan pada, Jumat (25/10/2024). KPAI juga berupaya bertemu terduga pelaku dan keluarganya, namun karena ada satu dan lain hal, pertemuan tidak terlaksana.
“Kami menghormati proses peradilan yang sedang berjalan, KPAI mendukung proses peradilan yang ramah anak, kami menyerukan agar dilakukan secara tertutup, jika dihadirkan anak korban dan saksi anak agar dilakukan dengan panitera dan ornamen (atribut) yang ramah anak, jika tidak memungkinkan, maka bisa dengan cara teleconference sesuai dengan UU PA dan UU SPPA,” tutur Ai.
Sebelum proses peradilan, solusi terbaik bagi kedua belah pihak yakni dari sisi pengadilan anak membutuhkan perlindungan khusus, perlu langkah problem solving. Kami apresiasi di tingkat seluruh pemangku kepentingan, untuk terus berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi, harus mengoptimalkan gerak dan langkah. Sehingga, hasil pengawasan KPAI hari ini menjadi langkah bersama, lanjutnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Aris mengatakan agar Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Konawe Selatan beserta UPTD PPA baik di tingkat Kabupaten maupun Provinsi juga KPAD Kab. Konawe Selatan untuk mendampingi anak korban dan saksi anak dalam masa pemulihan baik fisik maupun psikis.
“Penting agar KPAD memastikan Dinas Pendidikan menjalankan komitmennya untuk mencabut surat yang dikeluarkan PGRI Kecamatan Baito tersebut dan KPAI ditembusi. Kemudian pihak sekolah agar segera mengeluarkan surat keterangan aktif kepada anak korban dan saksi anak berdasarkan dapodik, setidaknya ini akan mengurangi kekecewaan orang tua, KPAI tunggu laporannya,” tegas Aris.
Dalam rakor tersebut juga disampaikan bahwa pihak Peksos (pekerja sosial) sudah mengjangkau anak korban dan saksi anak, hasil laporan sosialnya sudah diserahkan ke pihak kepolisian.
“Kami berharap agar laporan peksos tersebut bisa menjadi atensi pihak sentra sosial terutama kondisi saksi anak, sebab penting menjadi perhatian kondisi psikis anak sejak terjadinya kasus baik dari segi mentalnya yaitu apakah mengalami trauma atau takut untuk bersekolah atau tidak,” ucap Peksos Perlindungan Anak Kabupaten Konsel Firli Ahmad.
Sementara itu, Wakil Ketua KPAD Kab. Konawe Selatan Aminudin mengatakan bahwa penting agar hak-hak anak dikedepankan, perlindungan hukum terhadap penggiat anak dijamin, karena kami terus dipantau hal ini supaya Konawe Selatan dalam kondisi yang kondusif. KPAD juga telah bekerja extra supaya terselesaikan dengan maksimal, mudah-mudahan usai rakor dengan KPAI ini, kesepakatan yang dihasilkan, harapannya di hari senin proses peradilan pada perkara ini sesuai SPPA, kata Aminudin.
KPAI dalam memonitoring kasus ini telah melakukan langkah-langkah dalam rangka mitigasi kasus agar eskalasinya turun, menekan PGRI Kecamatan Baito untuk mencabut surat edaran yang berisi pengembalian anak korban ke orang tua dan sekolah-sekolah dilarang untuk menerima anak korban sekolah. Sekali lagi tolong KPAD untuk mengawal, sehingga langkah ini setidaknya akan mengurangi pressure, agar public ngeh bahwa pemenuhan hak anak korban juga saksi anak wajib Negara hadir, pungkas Ai. (Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727
Kalau melihat luka pada anak D (korban dalam kasus ini), yaitu luka melepuh dan berisi cairan, itu seperti luka bakar, atau luka terkena benda panas seperti knalpot sepeda motor, wajan panas, atau benda benda logam panas lainnya, bukan luka pukulan benda keras yang biasanya memar atau lebam biru.