KPAI dan DPR RI Dorong RUU Kesehatan Lebih Perspektif Anak

Doc: Humas KPAI

Jakarta, – Kebijakan perlindungan anak mengamanatkan tugas mulia negara dalam mengintervensi anak sejak dalam kandungan. Untuk itu, perlu diupayakan prasyarat bagi Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan dalam pemenuhan hak kesehatan anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Pokja Analisis Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dalam RUU Kesehatan bertemu dengan Komisi IX DPR RI pada, Rabu (07/06/2023) untuk menyerahkan Kertas Kebijakan penyusunan RUU Kesehatan dengan metode Omnibus Law yang akan menyatukan beberapa kebijakan terkait isu kesehatan diserahkan sebagai bentuk upaya kita dalam melakukan pencegahan secara sistemik.

Doc: Humas KPAI

Pertemuan tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena beserta jajaran. Sementara itu hadir Koordinator Pokja Analisis Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dalam RUU Kesehatan Jasra Putra didampingi Anggota POKJA.

Jasra Putra menyampaikan bahwa Pokja telah menyelesaikan agenda FGD sebanyak 3 kali. Pada, (11/05/2023) membahas tentang identifikasi permasalahan hak kesehatan dasar anak, dilanjutkan pada, (25/05/2023) membahas kebijakan dan politik anggaran, dan FGD ketiga pada, (06/06/2023) membahas pengendalian zat adiktif yang dalam prosesnya melibatkan Kementerian dan Lembaga, CSO, NGO dan komunitas.

Berbagai isu krusial kesehatan anak saat ini yang menjadi perhatian antara lain: Prevalensi Stunting masih tinggi menurut Data Kemenkes sejumlah 24,4%; fenomena konsumsi rumah tangga yang memilih rokok hal tentu berdampak panjang pada kondisi kesehatan anak dan anggota keluarga; tingkat kasus kematian anak masih tinggi di periode neonatal (pasca lahir 0-28 hari) disebabkan seperti pneumonia dan diare yang dapat dicegah melalui imunisasi; gizi buruk; fenomena 326 anak kasus gagal ginjal, sejumlah 204 anak meninggal dan lainnya dalam pengobatan lanjut.

Banyak hal yang menyebabkan perlambatan tumbuh kembang anak, pemahaman dan tingkat emosional yang dapat di intervensi diberbagai program pemenuhan hak anak. Mengingat masih banyaknya hal yang belum menyentuh hak-hak kesehatan anak untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi serta ramah anak, ungkap Jasra Putra.

Sementara itu Anggota Pokja German E. Anggent, M.Comm.Dev yang juga sebagai direktur ELKAPE menyampaikan bahwa beberapa kasus yang menjadi fokus adalah Anak Berkebutuhan Khusus dan Anak Penyandang Disabilitas yang membutuhkan tahapan, pertama bagaimana mendeteksi sejak awal hingga berusia 1 tahun, mengetahui sejauh mana potensi anak tersebut memiliki kebutuhan khusus. Tahapan kedua adalah intervensi dini, dalam bentuk rehabilitasi dan paliatif. Kedua akses tersebut dalam RUU disebut dengan skrinning, makanya penting arti skrining disini harus diperluas manfaat akses dan informasi layanan.

KPAI memberi apresiasi terkait masuknya kebijakan skrining dan visum yang menjadi pintu masuk tumbuh kembang anak ke depan. Skrining dimulai dari ibu merencakan kehamilan, saat mengandung, dan saat melahirkan. Visum menjadi penting yang berdampak pada pemulihan secara keseluruhan anak sehingga dapat diperluas sesuai kebutuhan anak menjadi lembaran penjelasan nantinya dalam RUU ini, tambah Jasra.

Berikut beberapa masukan Pokja Analisis Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dalam RUU Kesehatan tentang Rancangan Undang Undang Kesehatan:

  1. Materi RUU Kesehatan agar dapat menyentuh hak-hak kesehatan anak untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi, serta ramah anak;
  2. Meningkatkan sasaran transformasi sistem kesehatan dengan memperhatikan fakta-fakta empiris di masyarakat terkait kondisi kesehatan anak yang memerlukan keseriusan negara agar terarah pada optimalisasi layanan kesehatan untuk menekan tingginya angka kematian neonatal dan stunting;
  3. Pemenuhan hak dasar atas layanan kesehatan masyarakat agar memperhatikan tindakan afirmatif sebagai upaya menjawab tantangan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, serta anak penyandang disabilitas. Hal ini dalam rangka meningkatkan derajat optimal kesehatan, tumbuh kembang, dan produktifitas anak. Karena itu, RUU Kesehatan agar dapat memberikan perhatian pada hal-hal sebagai berikut:
  1. Mendorong upaya preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif bagi kesehatan anak sejak dalam kandungan, serta khususnya bagi anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
  2. Perlindungan dari kasus-kasus malpraktik medis pada anak dalam memperoleh akses layanan kesehatan;
  3. Menetapkan subyek hukum pada kasus-kasus kekerasan fisik, emosional, maupun seksual pada anak. Termasuk dalam hal ini adanya jaminan pembiayaan visum dalam, sebagai bentuk advokasi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyelidikan hukum;
  4. KPAI juga melihat masih adanya permasalahan krusial dalam perspektif perlindungan anak di bidang kesehatan, seperti penetapan kondisi luar biasa (KLB) dan kompensasi negara pada kejadian-kejadian yang merugikan kesehatan dan berdampak permanen pada anak. Contoh kasus yang mengemuka dalam hal ini adalah kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dialami oleh lebih dari 326 anak, dimana 204 diantaranya meninggal dunia.

4. Adanya kebutuhan akan jaminan pembiayaan kesehatan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jaminan pembiayaan kesehatan dimaksud termasuk pada penanganan kasus penyakit katastropik pada anak akibat penyakit genetik berat, disabilitas bawaan, kanker, dan penyakit kelainan khusus lainnya;
5. Pengembangan kapasitas unit pendidikan untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang ramah anak, khususnya bagi pemenuhan hak kesehatan anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
6. Isu perlindungan anak dari zat-zat adiktif, dimana didalamnya termasuk pengaturan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok;

Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan mungkin kalau Pokja RUU Kesehatan KPAI datang lebih awal, mungkin bisa mengantisipasi banyak pasal. Karena untuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan sudah memasuki ujung atau sudah di serahkan ke Tim Perumus atau Timus. Tapi bagaimanapun juga bahan dari KPAI penting bagi kami, guna Timus merapihkan substansi, narasi, diksi, kata dan kalimat. Nanti terkait perspektif anak yang diberikan KPAI ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Terkait dengan pelaporan banyaknya problem kesehatan anak tahun 2022, seperti yang disampaikan tadi seperti stunting, gizi buruk, gagal ginjal dan lain lain. Saya kira bagus juga menjadi catatan kami untuk mengingatkan Kementerian Kesehatan agar Undang-Undang ini lebih berperspektif anak dan lebih kuat. Sebenarnya kami di DPR juga nelongso, melihat penanganan korban gagal ginjal akut pada anak, lanjutnya.

Sejalan dengan itu, RUU Kesehatan yang baru jika ada kejadian semacam ini maka Negara harus hadir. Pada kasus gagal ginjal anak, swasta mestinya ganti rugi sementara saat ini belum ada mekanismenya untuk itu kita dorong ada semacam ganti rugi atau kompensasi dari Negara.

Lebih lanjut Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan bahwa sudah membaca masukan DIM dan kertas kebijakan, serta surat permohonan audiensi KPAI, saya lihat ada FGD 3 kali yang di selenggarakan dengan menjaring masukan berbagai pihak, terkait kepentingan terbaik anak di RUU Kesehatan yang memotret identifikasi masalah kesehatan anak, kebijakan dan politik anggaran.

Nah saya kira 3 point diskusi ini dari KPAI serta masukan DIM yang diserahkan ini, mudah mudahan masih bisa kita sisipkan. Kemudian, dalam peristiwa Kejadian Luar Biasa isu kesehatan, yang menjadi korban paling besar adalah perempuan dan anak. Itu yang kemarin kami sempat bahas di dewan. Bagaimana melindungi kelompok-kelompok rentan dalam KLB agar mendapatkan atensi khusus. Kalau tidak dibatang tubuh ya di penjelasan, tutup Emanuel Melkiades Laka Lena. (Sd/Ed:Kn/Dr)

Humas KPAI – 081380890405

Exit mobile version