Bima,- KPAI lakukan pengawasan terkait anak-anak yang menjadi korban jaringan terorisme di Kabupaten Bima, dengan tujuan mendorong kolaborasi yang lebih kuat dengan berbagai pihak terkait. Harapannya Margaret selanjutnya berharap agar pengawasan KPAI ke kabupaten Bima terkait dengan anak korban dalam jaringan terorisme ini dapat menjadi pemantik dan penguat untuk kolaborasi juga sinergi antar pihak terkait yang lebih kuat di kabupaten Bima untuk selanjutnya dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan dan strategi serta program/kegiatan yang konkret untuk pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme di lingkungan satuan pendidikan di Kabupaten Bima.
Kolaborasi dan sinergi antar pihak perlu terus dikuatkan, termasuk dalam hal mendorong inisiasi lahirnya RAD-PE di kabupaten Bima. KPAI mendorong kerja sama antara pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, agar anak-anak dapat dicegah dari paparan dari nilai-nilai dan faham radikalisme-terorisme. Pendidikan pencegahan radikalisasi sangat penting untuk melindungi anak-anak dari pengaruh negatif di masa depan.
Margaret Aliyatul Maimunah, Anggota KPAI, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari agenda pengawasan KPAI terkait Perlindungan Khusus Anak, tepatnya mengenai Anak Korban dalam Jaringan Terorisme. KPAI merupakan salah satu dr K/L yang tergabung dalan program Rencana Aksi Nasional Pencegahan & Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) yang digagas oleh BNPT dimana pada tahun ini focus pada tema “Efektifitas Pencegahan Anak dari Faham Radikalisme dan Terorisme di Satuan Pendidikan”. Pengawasan dengan tema tersebut digelar di 5 (lima) kabupaten, yaitu kabupaten Karanganyar, kabupaten Bekasi, kabupaten Probolinggo, kabupaten Poso, dan kabupaten Bima sebagai penutup.
Margaret Aliyatul Maimunah, anggota KPAI, saat menghadiri rapat koordinasi bersama dengan berbagai pihak terkait di Kantor Bupati Bima pada, Selasa (29/10/2024), menegaskan bahwa perlindungan anak korban jaringan terorisme, khususnya di satuan pendidikan, harus mendapat perhatian serius karena anak-anak kini menjadi target utama dalam kelompok radikal. Dalam beberapa kasus, anak-anak tidak hanya berperan sebagai pendukung, tetapi juga sebagai pelaku teror. Beberapa lembaga pendidikan bahkan terlibat dalam jaringan ini, yang menyebabkan anak-anak di sana sangat rentan terpapar faham radikalisme. Lebih buruk lagi, pengaruh radikalisme ini kadang masuk melalui pengasuhan keluarga.
Rapat Koordinasi yang membahas terkait Efektivitas Pencegahan Anak Terpapar Paham Radikalisme dan Terorisme di satuan Pendidikan tersebut dihadiri beberapa Perangkat Daerah antara lain Dinas Dikpora, Badan Kesbangpol, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kesra, dan Fasda BNPT untuk kabupaten Bima.
“Pemerintah daerah terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mencegah penyebaran radikalisasi melalui edukasi di sekolah dan pesantren, Salah satu bentuk nyata yang telah dilaksanakan oleh Kabupaten Bima adalah program penanaman nilai-nilai kebangsaan dan ideologi Pancasila, melalui kegiatan seperti IMTAK dan seleksi calon paskibraka,” ujar Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bima, Syahrul.
Selanjutnya, KPAI berdialog dengan beberapa satuan Pendidikan baik yang berada di naungan Dinas Pendidikan maupun Kantor Kementerian Agama kabupaten Bima. Kegiatan dialog tersebut diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Anwari, dan dihadiri oleh perwakilan guru dan siswa/siswi dari SDN Woro, SMPN Woha, SMPN Wonta, pondok pesantren Al Anwari, dan pondok pesantren Al Madinah.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwari mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi pada tahun 2019 setelah terjadinya aksi terorisme di Bima, di mana masyarakat mulai menganggap semua pesantren sebagai sarang teroris. Untuk mengatasi hal ini, mereka melibatkan orang tua, komite pesantren, dan memperkenalkan berbagai program untuk mengedukasi santri agar terhindar dari radikalisasi.
Salah satu pimpinan pesantren lainnya juga bercerita tentang masa lalu pesantrennya yang terhubung dengan kelompok radikal, setelah salah satu santrinya menikahi tokoh terorisme. Namun, setelah komunikasi dibuka dengan BNPT dan BIN, serta berbagai pembinaan dilakukan, kondisi pesantren berubah. Kini, mereka melaksanakan kegiatan untuk menjauhkan santri dari ideologi terorisme, seperti upacara bendera dan sosialisasi tentang bahaya radikalisasi.
KPAI menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak korban jaringan terorisme, dengan perhatian khusus pada rehabilitasi dan reintegrasi mereka ke dalam masyarakat, serta perlunya perlindungan hukum yang memastikan hak-hak mereka terpenuhi, pungkas Margaret. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727