KOMITMEN APARAT PENEGAK HUKUM JAMBI TENTANG PEMENUHAN HAK RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN, EKSPLOITASI DAN TPPO

Focus Group Discussion (FGD) dan dialog pemenuhan hak restitusi bagi anak korban kekerasan, eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jambi pada, Jumat (03/05/2024)

Jambi, – Hari ini  pada, Jumat (03/05/2024) Focus Group Discussion (FGD) dan dialog pemenuhan hak restitusi bagi anak korban kekerasan, eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) memasuki hari kedua yang dihadiri peserta dari unsur Aparat Penegak Hukum yakni Polda Jambi, Penyidik Polres di Wilayah Polda Jambi, Pengadilan  Tinggi Jambi, Hakim Anak Pengadilan Tinggi di Wilayah Jambi, Kejaksaan Tinggi Jambi, Kejaksaan Negeri di Wilayah Jambi.

FGD hari kedua menyepakati 5 poin rekomendasi sebagai upaya mengembangkan perspektif dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan Perlindungan Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan, Eksploitasi dan TPPO, khususnya pemenuhan hak restitusi, yakni: (1) Aparat Penegak Hukum (APH) memastikan pemenuhan hak korban tindak pidana kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dengan menginformasikan hak-hak atas restitusi kepada anak korban, keluarga dan masyarakat; (2) Memperkuat sosialisasi dan eksekusi terkait pemenuhan hak restitusi bagi anak korban tindak pidana, termasuk kekerasan seksual, oleh Aparat Penegak Hukum (APH); (3) Dalam hal adanya laporan kasus kekerasan terhadap anak diperlukan respon cepat dengan pihak terkait oleh Aparat Penegak Hukum (APH), Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Lembaga Layanan Perlindungan Khusus Anak, UPTD PPA dan lembaga pengawasan perlindungan anak daerah; (4) LPSK memastikan akses pemenuhan hak saksi dan korban, termasuk penghitungan restitusi dari Provinsi Jambi, Sumsel dan Bengkulu, termasuk perlunya perwakilan LPSK di Provinsi Jambi, Sumsel dan Bengkulu, agar Aparat Penegak Hukum, mitra layanan dan korban lebih mudah berkoordinasi dan meminta bantuan dalam mengakses pemenuhan hak saksi dan korban, termasuk penghitungan restitusi; dan (5) Mendorong perubahan Undang-Undang Sisten Peradilan Pidana Anak yang lebih memfokuskan pada pemenuhan hak anak korban terkait restitusi dan kompensasi.

Dalam paparannya dengan tema “Arah Kebijakan dan Program Perlindungan Khusus Anak (PKA)” Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar menegaskan bahwa anak-anak yang sehat lahir batin, cerdas dan berakhlak, serta berkarakter merupakan calon pemimpin masa depan Indonesia, sehingga pemerintah wajib hadir dalam pemenuhan haknya, terutama hak restitusi anak korban kekerasan, ekploitasi dan TPPO.

“LPSK bertugas melakukan penghitungan dalam pemberian Restitusi dan Kompensasi, sehingga dalam hal ini tugas LPSK sangat berat sebab LPSK harus benar-benar menghitung besaran restitusi tersebut, harapannya mudah-mudahan hasil pemantauan catatan regulasi yang harus diperbaiki menjadi support tentunya dalam pemenuhan hak anak korban,” tegas Nahar

Seperti kita ketahui bahwa amanah tentang restitusi ini sudah ada regulasinya yakni  dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. Selain itu juga tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.

Terdapat beberapa tahapan dalam mekanisme pengajuan restitusi baik itu syarat pengajuannya maupun dokumen pendukungnya, kemudian dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dijelaskan hak korban salah duanya adalah mendapatkan pendampingan juga memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir yang keduanya juga masuk dalam program perlindungan LPSK termasuk fasilitas ganti rugi (kompensasi dan restitusi), tutur Livia Iskandar Wakil Ketua LPSK dalam paparannya.

Livia juga menjelaskan bagaimana prosedur pengajuan dan pemeriksaan sebelum putusan sesuai dengan PerMA  Nomor 1 Tahun 2022. Dimana peran APH sangat penting, harapannya agar seluruh APH yang hadir dalam FGD ini tercerahkan dengan peraturan terkait pemenuhan hak korban tentang restitusi, terutama anak korban kekerasan, eksploitasi dan TPPO, kata Livia.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dalam Focus Group Discussion (FGD) dan dialog pemenuhan hak restitusi bagi anak korban kekerasan, eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jambi pada, Jumat (03/05/2024)

Sementara itu, Ai Maryati Solihah Ketua KPAI menyampaikan tentang korban TPPO, dimana masih ditemui bahwa pelaku TPPO dianggap sebagai super hero oleh korban, sebab tidak sedikit pelaku memberikan materi seperti gadget, uang, pakaian. Hal ini menjadi dilema tersendiri. Sehingga penting diupayakan agar korban mendapatkan ruang yang setara dan kembali hidup di masyarakat secara wajar dan menikmati hak-haknya. 

Lebih lanjut Ai mengapresiasi kinerja APH, kita upayakan untuk memperkuat alur permohonan restitusi, memperkuat koordinasi LPSK, sebab peran KPAI sangat terbatas yakni menerima laporan pengaduan masyarakat. Mari kita bersama-sama identifikasi gap yang ada, pandangan kritis yang disepakati dalam rekomendasi FGD ini juga upaya harmonisasi regulasi maupun temuan yang akan dilaksanakan secara mandatory pada instansi masing-masing, 

Beberapa hal yg konfirmasi , menginformasi sejak awal di level penyidik dan pendamping memberi dukungan kepada pemohon.  Juga penyitaan aset penjelasannya pada PerMa, dalam beberapa tempat, aset inilah yg menjadi 1 tujuan dalam restitusi anak perlu dukungan dalam sisi regulasi, pugkas Ai. (Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version