Papua Barat, – Kepemilikan akta kelahiran di Papua Barat sebesar 77,76% (BPS, 2022). Angka ini masih terbilang jauh dibawah target Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri), yakni sebesar 97%.
Sebab, tanpa adanya surat keterangan identitas anak akan sulit memperoleh akses pendidikan, kesehatan, dan berpotensi mengalami kekerasan. Dimana, akta kelahiran merupakan bagian penting yang harus dimiliki anak-anak sebagai administrasi kependudukan.
Selain itu, Provinsi Papua merupakan salah satu daerah yang paling rawan gangguan pemilu 2024 berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan Serentak 2024 dengan besaran 57,27 (rawan sedang). Penilaian ini dilihat berdasarkan 4 dimensi yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi.
Sehingga, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang penting untuk memberikan perhatian khusus bagi anak-anak di daerah tertentu yang memerlukan perlindungan, dengan melakukan pengawasan atas pemenuhan hak sipil, partisipasi anak, dan kerentanan penyalahgunaan anak dalam pemilu.
Pengawasan ini juga bertujuan mendapatkan informasi yang lengkap tentang situasi dan kondisi anak-anak di Provinsi Papua Barat. Dalam pengawasannya, KPAI melakukan audiensi dan berkoordinasi dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Manokwari, Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) Manokwari, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Papua Barat, serta Korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Wasior Berdarah di Teluk Wondama (03-05 Desember 2023).
“Kapasitas perlindungan dan pemenuhan hak anak di Provinsi Papua Barat masih rendah, dikarenakan masih ditemukan diskriminasi dalam pemenuhan hak sipil anak yang dalam hal ini akta kelahiran, kartu identitas anak, hingga partisipasi anak dalam konteks pemilu,” ucap Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley saat melakukan pengawasan di Provinsi Papua Barat.
Harapannya, pemerintah Provinsi Papua Barat melalui DP3A dapat memberikan perhatian yang intensif dalam melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai pemenuhan hak anak, khususnya kepemilikan akta kelahiran, lanjut Sylvana.
Sejalan dengan itu, Sekdis DP3A Maria Duwiri menyampaikan bahwa terkait kepemilikan akta kelahiran, sosialisasi terus dilakukan dan juga pendataan jumlah anak yang belum memiliki dokumen tersebut telah dilakukan bersama Dinas Administrasi Kependudukan, Pencatatan Sipil, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat.
Pemenuhan hak anak dalam kepemilikan akta kelahiran tentu harus dilakukan dengan berkolaborasi antar pihak, sehingga pendataan dan sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurus kepemilikan dokumen tersebut dapat terealisasi dan dapat dilakukan secara intensif.
“Pemenuhan hak anak untuk akta kelahiran baru beberapa yang sudah memiliki, namun LPKA terus berupaya berkoordinasi dengan dinas terkait agar seluruh anak binaan dapat terpenuhi hak sipilnya,” kata Pengelola Bimbingan Kemandirian LPKA Kelas II Manokwari Ilham Juni Admaja.
Sementara itu, Direktur Eksekutif YMP2 Manokwari Anike Tance Hendrika Sabami menyampaikan bahwa terkait penanganan anak di Provinsi Papua Barat masih jauh dari harapan, identitas anak menjadi salah satu permasalahan yang dapat menghambat generasi bangsa di tanah Papua. Karena dengan tidak memiliki akta kelahiran banyak anak yang putus sekolah hingga terhambat akses kesehatannya, untuk itu, diperlukan kolaborasi dalam melakukan penanganan dan edukasi.
Anak yang identitasnya tidak atau belum tercatat dalam Akta Kelahiran, sehingga secara de jure (pengakuan resmi menurut hukum dan norma-norma internasional) keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini menyebabkan anak lahir tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Dengan tidak tercatatnya identitas seorang anak dapat menyebabkan risiko eksploitasi anak semakin tinggi, anak bisa menjadi korban perdagangan manusia, mengalami kekerasan, ataupun melangga aturan tenaga kerja.
Setiap anak harus memperoleh kewarganegaraannya sejak lahir hingga hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Konvensi hak anak yang menyatakan bahwa “Anak akan didaftar segera setelah lahir dan akan mempunyai hak sejak lahir atas nama, hak untuk memperoleh suatu kebangsaan dan sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orangtuanya.”
Selain melakukan pengawasan terhadap kepemilikan akta kelahiran, KPAI juga melakukan pengawasan terhadap anak korban Wasior Berdarah yang termasuk ke dalam 12 pelanggaran HAM berat pada 2001 di Distrik Wasior, Teluk Wondama. Dampak dari konflik pelanggaran HAM berat yang terjadi di Wasior Teluk Wondama diharapkan bisa menjadi perhatian yang mendesak bagi pemerintah, karena masyarakat korban konflik banyak yang mengalami kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, kesehatan, serta hak dasar lainnya.
Meskipun pelanggaran HAM tersebut telah terjadi cukup lama, namun konflik tersebut mengakibatkan dampak yang cukup berat bagi anak-anak korban, tentunya mereka mengalami permasalahan mental, kurangnya perhatian orang tua, putus sekolah, hingga pernikahan usia anak.
“Harapannya, kebutuhan hak anak di Wasior Teluk Wondama menjadi bagian mendesak yang harus segera pemerintah selesaikan, terlebih anak-anak membutuhkan rasa aman akibat pelanggaran HAM berat dan pemenuhan hak atas kepemilikan akta kelahiran, akses pendidikan, serta kesehatan juga harus dapat diperhatikan,” tutup Sylvana Maria.
Anak adalah generasi penerus bangsa oleh karena itu setiap anak perlu mendapatkan perlindungan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dengan baik serta berpartisipasi secara obtimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, dan beraklak mulia.
Hal tersebut dapat diwujudkan melalui pengembangan inovasi-inovasi dengan pendekatan kearifan lokal budaya daerah dan kreativitas yang optimal serta memobilisasi semua kemampuan yang ada. Mari bersama-sama dan mengarahkannya untuk mewujudkan cita-cita bersama demi pengakuan atas penghargaan pada anak, pemenuhan sepenuhnya hak sipil anak yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia dan tujuan konstitusi negara, sehingga seluruh anak dapat terlindungi dari semua bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405