Jakarta, – Di Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024, KPAI mengajak semua pihak untuk, Bergerak Serentak Mewujudkan Perlindungan Anak Pada Satuan Pendidikan. Harapannya ke depan tidak ada lagi anak dikeluarkan dari satuan pendidikan, tidak ada lagi anak putus sekolah, serta tidak ada lagi kekerasan anak pada lingkungan satuan pendidikan.
Tentunya regulasi tentang pemenuhan hak pendidikan yakni anak tidak boleh dikeluarkan, sangat jelas, yaitu harus melalui proses edukasi dan pembinaan untuk berubah lebih baik. Dampak langkah dropout anak oleh satuan pendidikan akan menambah daftar Anak Putus Sekolah (APS) dan berpengaruh terhadap capaian indeks pembangunan manusia Indonesia, tutur Aris Adi Leksono Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster pendidikan.
Lebih lanjut, Aris menambahkan bahwa KPAI mengeluarkan 11 rekomendasi terkait pemenuhan hak pendidikan, yakni (1) Pemerintah Pusat dan Daerah harus memastikan tidak ada lagi anak dikeluarkan atau di-dropout dari satuan pendidikan dalam situasi apapun, serta mengurangi anak putus sekolah karena sebab apapun; (2) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama, selain memberikan layanan pendidikan, perlu mengembangkan layanan perlindungan anak pada satuan pendidikan, sebagaimana mandat perundangan; (3) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama, perlu membentuk lembaga/struktur khusus di tingkat Pusat, Satuan Tugas Lintas Organisasi Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten, hingga Tim Khusus pada tingkat Satuan Pendidikan; (4) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama perlu melakukan evaluasi kurikulum dan metodologi pembelajaran dengan menitikberatkan pada penguatan karakter, sikap spiritual dan sosial, penguatan kesehatan mental, berbasis disiplin positif yang terintegrasi dengan lingkungan keluarga dan masyarakat sesuai fase tumbuh kembang anak dan tantangan lingkungan; (5) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama meminta kepada Pemerintah Daerah secara berkala memberikan layanan tes kesehatan mental pada setiap satuan pendidikan secara gratis, yang hasilnya ditindaklanjuti bersama; (6) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama meminta kepada Pemerintah Daerah, menugaskan tenaga Psikolog dan Pekerja Sosial untuk secara berkala datang memberikan layanan pendampingan kepada satuan pendampingan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan anak pada satuan pendidikan; (7) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Agama bersama Pemerintah Daerah perlu menambahkan jumlah Guru Bimbingan Konseling (BK) pada setiap satuan pendidikan, serta membekali setiap tenaga pendidik dan kependidikan kompetensi dasar ke-BK-an; (8) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Agama bersama Pemerintah Daerah secara masif memberikan pelatihan kepada Satgas dan Tim PPKSP terkait Konvensi Hak Anak, Satuan Pendidikan Ramah Anak, Disiplin Positif, kompetensi dasar konseling anak, kesehatan mental, serta bentuk program lain yang berdampak pada upgrading skill SDM yang terlibat pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan; (9) Secara berkala Pemerintah Daerah mendorong Satgas dan Tim PPKSP untuk melakukan monitoring dan evaluasi bersama, selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan provinsi, pimpinan Kabupaten/Kota, hingga pusat untuk ditindaklanjuti perbaikan; (10) Kementerian Komunikasi dan Informatika segara membatasi tayangan media sosial atau lainya yang mengandung unsur kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya, agar tidak berpengaruh negatif pada anak yang menonton; (11) Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memfasilitasi forum masyarakat, baik lintas komite sekolah atau lainnya untuk terlibat aktif dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.
Sementara itu, hasil pengawasan KPAI pada aspek pemenuhan hak pendidikan anak, KPAI masih menemukan bahwa Anak Berhadapan Hukum (ABH) dikeluarkan atau di-dropout dari satuan pendidikan. Berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan pada satuan pendidikan tantara lain;
- Belum optimalnya sosialisasi, pembinaan, dan edukasi tentang kekerasan pada Satuan Pendidikan hingga menyentuh lingkungan Tri Pusat Pendidikan;
- Belum tercukupinya SDM pada Satuan Pendidikan yang memiliki kompetensi terhadap kinerja perlindungan anak;
- Satuan Pendidikan tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku pada peserta didik;
- Sebagian warga Satuan Pendidikan menganggap “biasa” praktik kekerasan, karena dianggap salah satu bentuk pengajaran dan pendisiplinan;
- Cenderung menutupi kejadian kekerasan yang terjadi, karena dianggap akan merusak reputasi lembaga;
- Beban belajar belum menyentuh secara optimal mengenai penguatan sikap, karakter, mental, dan akhlak mulia;
- Situasi anak yang terlibat kekerasan pada satuan pendidikan berasal dari latar belakang pengasuhan keluarga atau pengasuhan alternatif yang kurang positif. Sehingga masalah yang dialami anak berpengaruh pada pembentukan sikap, mental, dan pola pergaulan anak pada Satuan Pendidikan;
- Belum optimal implementasi regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan di tingkat pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
Kasus kekerasan di Satuan Pendidikan seperti fenomena “gunung es” yang kasusnya masih banyak tertutupi dan terabaikan. KPAI telah menerima laporan pengaduan sebanyak 3.877 kasus, yang diantaranya terdapat 329 kasus laporan pengaduan mengenai kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan, dengan aduan tertinggi yaitu; anak korban bullying/perundungan (tanpa laporan polisi), anak korban kekerasan seksual, anak korban kekerasan fisik/psikis, anak korban kebijakan, serta anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan, (Pusdatin KPAI, 2023). Lebih lanjut, KPAI hingga Maret 2024 telah menerima pengaduan pelanggaran perlindungan anak sebanyak 383 kasus, dan 34% dari data kasus tersebut terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
Pengawasan KPAI menunjukkan bahwa dampak kekerasan pada Satuan Pendidikan tidak sekedar fisik/psikis, tetapi dapat berakibat kematian atau anak mengakhiri hidup. Sehingga, hal ini diperlukan upaya yang dilakukan secara masif, terstruktur, serta terukur juga aksi nyata dalam pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan wajib dilakukan, tutup Aris. (Ed:Kn)
Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405