Perdagangan orang khususnya bagi kaum perempuan dan anak, bukan merupakan masalah yang baru di Indonesia serta bagi negara-negara lain di dunia. Telah banyak yang mengawali sejarah lahirnya konvensi-konvensi sebagai upaya dari berbagai Negara untuk menghilangkan penghapusan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia terutama perempuan dan anak secara lintas batas Negara untuk tujuan prostitusi. Sebagai perbandingan bahwa Perdagangan Orang dan Penyelundupan Manusia merupakan kejahatan dengan nilai keuntungan terbesar ke-3 (tiga) setelah kejahatan Penyelundupan Senjata dan Peredaran Narkoba.
Perdagangan orang (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. (Pasal 3 Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Trafiking Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-Anak, ditandatangani pada bulan Desember 2000 di Palermo, Sisilia, Italia).
Sedangkan definisi Perdagangan Orang (trafficking) menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu :
Pasal 1 (ayat 1) ; Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pasal 1 (ayat 2) ; Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini. (Substansi hukum bersifat formil karena berdasar pembuktian atas tujuan kejahatan trafiking, hakim dapat menghukum seseorang).
Berdasarkan pengertian dari berbagai definisi di atas, perdagangan orang dipahami mengandung ada 3 (tiga) unsur yang menjadi dasar terjadinya tindak pidana Perdagangan Orang. Apabila dalam hal ini yang menjadi korban adalah orang dewasa (umur ≥ 18 tahun) maka unsur-unsur trafiking yang harus diperhatikan adalah PROSES (Pergerakan), CARA, dan TUJUAN (Eksploitasi). Sedangkan apabila korban adalah Anak (umur ≤ 18 tahun) maka unsur-unsur trafiking yang harus diperhatikan adalah PROSES (Pergerakan) dan TUJUAN (Eksploitasi) tanpa harus memperhatikan CARA terjadinya trafiking.
Penjelasan unsur-unsur trafiking yang dimaksud adalah apakah ada PROSES (pergerakan) seseorang menjadi korban dari tindak perdagangan orang melalui Direkrut, Ditransportasi, Dipindahkan, Ditampung, atau Diterimakan ditujuan, YA atau TIDAK, sehingga seseorang menjadi korban trafiking. Sedangkan unsur CARA apakah seseorang tersebut mengalami tindakan Diancam, Dipaksa dengan cara lain, Diculik, menjadi Korban Pemalsuan, Ditipu atau menjadi Korban Penyalahgunaan Kekuasaan, YA atau TIDAK, sehingga seseorang menjadi korban trafiking. Kemudian dilihat dari unsur TUJUAN (Eksploitasi) apakah korban tereksploitasi seperti dalam bidang Pelacuran, Bentuk lain dari eksploitasi seksual, Kerja Paksa, Perbudakan, Praktek-praktek lain dari perbudakan (misal: tugas militer paksa), atau Pengambilan organ-organ tubuh, YA atau TIDAK, jika memenuhi semua unsur tersebut maka seseorang dipastikan menjadi korban perdagangan orang.
Di Indonesia, protocol PBB tentang Trafficking diadopsi dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak. RAN dikuatkan dalam bentuk Keppres RI Nomor 88 tahun 2002, disebutkan Trafficking Perempuan dan Anak adalah segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau tindakan perekrutan antar daerah dan antar Negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara atau ditempat tujuan, perempuan dan anak. Dengan cara ancaman, penggunaan kekuasaan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentaan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain), terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedofilia), buruh migrant legal maupun illegal, adopsi anak, pekerjaan formal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.
Pelaku trafficking diartikan sebagai seorang yang melakukan atau terlibat dan menyutujui adanya aktivitas perekrutan, transportasi, perdagangan, pengiriman, penerimaan atau penampungan atau seorang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk tujuan memperoleh keuntungan. Orang yang diperdagangkan (korban trafficking) adalah seseorang yang direktur, dibawa, dibeli, dijual, dipindahkan, diterima atau disembunyikan, sebagaimana disebutkan dalam definisi trafficking pada manusia termasuk anak, baik anak tersebut mengijinkan atau tidak.
Inti dari trafficking anak adalah adanya unsur eksploitasi dan pengambilan keuntungan secara sepihak. Eksploitasi disini diartikan sebagai tindakan penindasan, pemerasan, dan pemanfaatan fisik, seksual, tenaga, dan atau kemampuan seorang oleh pihak lain yang dilakukan sekurang-kurangnya dengan cara sewenang-wenang atau penipuan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar pada sebagian pihak.
Dalam dunia perdagangan orang (trafficking) banyak sekali mitos dan kenyataan yang perlu kita pahami agar lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan dari perdagangan orang, misanya :
(MITOS : Orang-orang yang pindah secara legal tidak akan menjadi korban trafficking. FAKTA : walaupun korban-korban trafficking di bawa masuk ke sebuah Negara secara illegal, yang lainnya bisa mempunyai dokumentasi yang legal atau masuk dengan visa kerja yang valid.)
(MITOS : Seseorang pasti ditipu tentang jenis pekerjaannya apa. FAKTA : banyak korban yang sadar akan jenis pekerjaan yang ditawarkan, tetapi mereka tidak tahu kondisi pekerjaannya. Misalnya wanita-wanita itu tahu bahwa mereka akan bekerja sebagai PRT, tetapi mereka tidk tahu keadaan-keadaan yang lain (misalnya; tidak boleh keluar rumah, tidak mendapat makan yang cukup, jam kerja berlebihan, dsb).
(MITOS : Hanya wanita dan anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual. FAKTA : walaupun beberapa orang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, ada banyak yang diperdagangkan karena alas an lain, termasuk kerja paksa (di pabrik atau perkebunan) atau disuruh berperang. Laki-laki juga rawan untuk diperdagangkan dalam bentuk eksploitasi yang lain).
(MITOS : Trafficking hanya terjadi di Perbatasan saja. FAKTA : selain banyak korban yang ditrafik lintas batas internasional, banyak korban yang mengalami trafiking domestik, misalnya dari kota ke kota, antar provinsi, di dalam negeri).
(MITOS : hanya orang yang tidak berpendidikan dan miskin yang mengalami trafficking. FAKTA : meskipun beberapa korban rentan karena hidup dalam kemiskinan, semua tipe orang dapat ditrafik. Sebagai contoh dibeberapa bagian dunia ini perempuan berpendidikan tinggi beresiko tinggi ditrafik karena hanya sedikit lapangan pekerjaan yang tersedia di kampong halaman mereka dan mereka akan mencari kesempatan ditempat lain, salah satunya sekarang sudah ada modus trafficking dengan dalih pemberian beasiswa pendidikan dan pelatihan pemain bola bagi anak-anak yang berpretasi, padahal sesampai ditujuan mereka langsung ditrafik dan diperjakan diperkebunan atau jadi nelayan dan yang lebih berbahaya lagi dipekerjakan sebagai pekerja dipabrik narkoba). (Sumber : International Organization for Migration (IOM) Indonesia, 2011).
Penyelundupan Manusia (Smuggling), menurut definisi Pasal 3 Protokol PBB Tahun 2000 tentang Penyelundupan Manusia, berarti mencari untuk mendapat, langsung maupun tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya, dari masuknya seseorang secara illegal ke suatu bagian Negara dimana orang tersebut bukanlah warga Negara atau memiliki izin tinggal. Masuk secara illegal berarti melintasi batas Negara tanpa mematuhi peraturan/perijinan yang diperlukan untuk memasuki wilayah suatu Negara secara legal.
Penyelundupan Manusia memiliki unsur yang hampir sama dengan Perdagangan Orang, yaitu ada unsur PROSES, CARA dan TUJUAN. Unsur PROSES adalah aktivitas pemindahan seseorang (sama sepeerti dalam perdagangan orang). Unsur CARA adalah tidak ada unsur penyelewengan persetujuan kehendak pribadi maupun dengan penggunaan kekerasan, umumnya calon migrant mencari dan memulai kontak dengan penyelundup sendiri dengan menyadari tujuannya, yaitu untuk melintasi batas suatu Negara secara illegal. Sedangkan unsur TUJUAN yaitu selalu ada nilai mendapatkan keuntungan berupa financial dan pelaksanaannya untuk tujuan melintasi perbatasan Negara yang dilakukan secara illegal.
Perbedaan mendasar yang bisa kita lihat antara Perdagangan Orang dengan Penyelundupan Manusia, adalah dari sifat dan kualitas persetujuannya, dimana perdagangan orang persetujuan diperoleh karena kekerasan, paksaan, penipuan dsb. Sedangkan Penyelundupan Manusia selalu ada persetujuan untuk pemindahan. Dari Kepentingan, dimana perdagangan orang tujuannya selalu eksploitasi sedangkan penyeleundupan manusia tujuannya pemindahan orang secara illegal. Dilihat dari sifat hubungan antara individu dengan fasilitator/pihak yang mengekploitasi, dimana perdagangan orang antara (korban & trafiker) terjadi hubungan jangka panjang, berkesinambungan, hingga korban berada di Negara tujuan hubungan ini masih berlangsung. Sedangkan penyelundupan manusia antara (pembeli & pemasok) hubungan jangka pendek dan putus setelah kegiatan pemindahan ke suatu negara tercapai.
Dari segi kekerasan dan intimidasi, dimana perdagangan orang selalu menggunakan kekerasan dan intimidasi, guna mempertahankan korban tetap berada dalam situasi tereksploitasi, sedangkan untuk penyelundupan manusia tidak selalu menggunakan kekerasan dan intimidasi. Dari segi Otonomi dan Kebebasan, untuk perdagangan orang dimana korban selalu dalam posisi lemah sedangkan untuk penyelundupan manusia korban biasanya tidak terlalu lemah kecuali jika dibutuhkan agar pemindahan berhasil. Dari Aspek Geografis, perdagangan orang terjadi secara internal dan lintas batas Negara, sedangkan penyelundupan manusia terjadi secara lintas batas Negara. Dari segi dokumen, perdagangan orang bias legal maupun illegal, sedangkan penyelundpan manusia biasanya selalu illegal. Yang terakhir dari segi kejahatan, dimana untuk perdagangan orang selalu terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan sifat dari kejahatannya dilakukan terhadap individu. Sedangkan untuk penyelundupan manusia bersifat kejahatan terhadap Negara.
Jadi apapun bentuk dan modus tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh para sponsor atau agen pencari kerja dengan berbagai iming-iming pekerjaan yang menjanjikan haruslah diwaspadai, apalagi bentuk dan kejahatan tersebut dapat mengancam masa depan anak-anak kita. Apapun bentuk kejahatannya baik perdagangan orang maupun penyelundupan manusia tidak ada satupun yang menguntungkan hanya akan membawa penderitaan dan merugikan berbagai pihak baik Negara, Masyarakat, Keluarga/Orang tua, terlebih lagi terhadap diri individu yang menjadi korban dan anak-anak. Terima kasih…
Smuggling, trafficking atau apapun bentuknya, yang tidak lagi memanusiakan manusia, seharusnya dikikis habis di atas muka bumi ini.