JAKARTA– Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, ada dua hak utama pasien yang harus menjadi perhatian pemerintah. Yaitu kepastian mendapat jaminan kesehatan, termasuk vaksin ulang, dan ganti rugi dari pihak rumah sakit.
Komisioner KPAI Erlinda mengatakan, KPAI akan terus mendesak pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban pihak rumah sakit
“Pihak rumah sakit wajib memberikan ganti rugi materil maupun imateril. Pemerintah yang memiliki kewenangan mendorong itu semua,” ujar Erlinda.
Sebenarnya, kata Erlinda, tanggung jawab dan ganti rugi dari pihak rumah sakit saja tak cukup karena seharusnya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bisa memberikan sanksi yang setimpal dengan kelalaian RS. Bisa saja rumah sakit tersebut memang sengaja memasok vaksin palsu demi mereduksi pengeluaran mereka.
“Karena itu, paling tidak memastikan para korban anak-anak ini baik-baik saja, kalau ada toleransi lain lebih bagus,” kata Erlinda.
Salah satu cara untuk bisa memastikan para korban baik-baik saja adalah dengan melakukan medical check up dan harus difasilitasi oleh rumah sakit tempat anak-anak divaksin. Hal itu harus segera dilakukan untuk mencegah kejadian yang tak diinginkan di kemudian hari.
Seandainya memang anak-anak tersebut mengderita sakit lantaran vaksin palsu, lanjut Erlinda, maka vaksin ulang harus segera dilakukan.
“Lebih baik banyak pengeluaran sekarang dibandingkan nanti kehilangan anak-anak secara dramatis, apakah sakit parah, lumpuh, atau kematian,” kata dia.
Sejumlah orang tua yang merasa menjadi korban vaksin palsu di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Jakarta Timur, menyurati Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ada tujuh permintaan yang mereka sampaikan kepada tiga lembaga tersebut. Erlinda mengaku belum menerima surat tersebut.
Namun dia memastikan, tujuh permintaan dan segala tuntutan yang diinginkan keluarga pasien vaksin palsu sejalan dengan komitmen KPAI melindungi anak-anak.
Ketujuh permintaan itu adalah menerbitkan daftar pasien yang diimunisasi di RS Harapan Bunda periode 2003-2016; dilakukan medical check-up di rumah sakit lain yang ditentukan orang tua korban untuk mengetahui vaksin asli atau palsu, dan biaya medical check-up ditanggung Harapan Bunda; vaksin ulang harus dilakukan bila pasien terindikasi vaksin palsu dari hasil medical check-up, dan biaya vaksin ulang ditanggung Harapan Bunda.
Permintaan lain adalah segala akibat dari vaksin yang berdampak pada pasien menjadi tanggung jawab Harapan Bunda berupa jaminan kesehatan full cover sampai waktu yang tidak ditentukan; bagi anak yang sudah melewati usia vaksinasi, Harapan Bunda wajib memberikan asuransi kesehatan untuk para pasien sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Orang tua juga meminta manajemen Harapan Bunda harus memberikan informasi terkini pada orang tua korban, termasuk informasi dari pemerintah atau instansi lain yang terkait dan bersifat proaktif; serta hal-hal lain yang belum tercantum dalam poin sebelumnya akan disampaikan selanjutnya.
Tak hanya meminta pemerintah tegas terhadap pihak rumah sakit, KPAI juga mengimbau masyarakat tetap tenang dan jangan terbawa emosi.
Seperti diketahui, tak lama setelah Menkes Nila F. Moeloek mengumumkan nama rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu, ratusan orang tua langsung mendatangi rumah sakit meminta pertanggungjawaban.
Erlinda mengatakan pihaknya memahami kemarahan para orang tua yang telah dibohongi pihak RS.
“Kami memahami amarah mereka dan mengimbau agar tetap menjaga diri dan bersikap bijaksana,” kata Erlinda.
Pada Kamis malam (14/7), RS Harapan Bunda di Ciracas, Jakarta Timur, dikepung orang tua pasien. Mereka marah dan menuntut penjelasan karena RS itu masuk dalam daftar penerima vaksin palsu.
Keramaian di RS Harapan Bunda menyebabkan kemacetan di jalan sekitar dan membuat Direktur Utama RS, dr. Fina, harus menemui para demonstran menjelang pergantian hari sekitar pukul 23.00 WIB.
Selain RS Harapan Bunda, RS St. Elisabeth di Bekasi juga didatangi para orang tua yang mengimunisasi anaknya di RS itu. Mereka menuntut RS membuka posko informasi yang menjelaskan vaksin palsu.
RS St. Elisabeth berjanji menghubungi orang tua pasien satu per satu, dan menerima semua masukan dari mereka. RS juga akan berkomunikasi dengan Ikatan Dokter Spesialis Anak dan Ikatan RS Swasta.
RS St. Elisabet mengakui CV Azka Media merupakan pemasok vaksin mereka sejak November 2015 hingga Juni 2016. CV Azka Media disebut Polri dan Kemkes sebagai penyalur vaksin palsu, dan ada dua jenis vaksin dari pemasok itu yang digunakan RS St. Elisabeth.
Selain RS Harapan Bunda dan RS St. Elisabeth, 12 rumah sakit lain yang masuk daftar penerima vaksin palsu adalah RS Dr. Sander Batuna, RS Bhakti Husada, RS Sentra Medika, RSIA Puspa Husada, RS Karya Medika.
RS Kartika Husada, RSIA Sayang Bunda, RSU Multazam Medika, RS Permata Bekasi, RSIA Gizar, RS Hosana Medica Lippo Cikarang, dan RS Hosana Medica. Kedua belas rumah sakit itu berada di Bekasi, Jawa Barat.