Jakarta – Eksploitasi Seksual Anak (ESA), eksploitasi ekonomi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan fenomena gunung es yang kini mengancam masa depan anak-anak Indonesia. Motif bujuk rayu, relasi kuasa, dan faktor ekonomi merupakan modus yang marak ditemukan pada kasus ESA baik yang dilakukan secara offline maupun online.
Kasus prostitusi online yang menimpa enam remaja putri 16 tahun di sebuah hotel di kawasan Cilandak Timur, Jakarta Selatan menambah deretan jumlah kasus yang dilaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2022 menjadi 47 laporan.
Atas kasus tersebut, Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan melakukan gelar perkara penetapan lima tersangka kasus TPPO dan Prostitusi Online, Jumat (23/9/2022) di Jakarta. Hadir dalam gelar perkara tersebut Wakapolres Metro Jakarta Selatan, Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, serta Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah.
Dalam konferensi pers tersebut, Ai menyampaikan bahwa KPAI mengecam keras perbuatan dan modus para pelaku TPPO dan prostitusi online yang menjadikan relasi kuasa dan broken home profiling setiap anak sebagai target. Modusnya yakni relasi kuasa di dalam pacaran, membuktikan cinta dengan cara yang salah dengan mengeksploitasi pasangan untuk melakukan hal yang merugikan.
Ai juga menegaskan agar para pelaku dijerat dengan hukuman maksimal berdasarkan Undang-Undang yang berlaku saat ini mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Kasus ini harus diproses secara objektif dan maksimal. Tidak hanya itu, penyidik juga harus menyertakan hak restitusi para korban yang harus dibayarkan para pelaku terhadap korban, di dalam berkas penyidikannya, serta mengusut pendalaman keterlibatan dunia usaha dalam jerat TPPO yang telah mendapatkan nilai manfaat dari kegiatan tersebut.
sementara itu, dalam keterangan pers nya Wakapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Harun menyampaikan bahwa ada 4 tersangka dewasa berinisial MH, AM, MRS, dan RD, sementara 1 tersangka RR masih di bawah umur ditangkap di Jalan Jaha, Cilandak Timur, Jakarta Selatan.
Para tersangka sudah menjalankan aksinya sejak Juli tahun 2022 di salah satu hotel di kawasan Pasar Minggu melalui aplikasi pesan singkat MiChat. Keenam korban merupakan anak dibawah umur, yang rata-rata keseluruhannya berusia 16 tahun yang kesehariannya menginap di hotel dan ditawarkan ke pelanggan dengan tarif Booking Out (BO) kisaran harga Rp. 300.000 sampai Rp. 800.000 untuk sekali kencan/pertemuan. Para korban menjalankan aksinya setiap hari dua sampai tiga kali dengan pelanggan berbeda. Dan polisi telah menyita sejumlah barang bukti berupa 13 telepon genggam, tiga kotak alat kontrasepsi, enam kunci kamar hotel, tiga bra dan empat celana dalam.
“Atas perbuatannya, para tersangka dapat dijerat Pasal 45 ayat (1) juncto pasal 27 ayat 1 UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, 76 I juncto Pasal 88 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. Kemudian Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP,” ujar Harun.
Sementara itu, layanan pemulihan terhadap korban saat ini sudah didampingi oleh rekan-rekan dari tim layanan pendamping korban yakni UPT P2TP2A DKI Jakarta dan Sentra Handayani sebagai layanan Rehabsos. Selain itu, para korban juga diharapkan dilakukan pemeriksaan kesehatan khususnya reproduksi terkait HIV dan Aids. Hal ini sebagai langkah antisipasi dan pemulihan menyeluruh terhadap para korban. (Tr/Ed:Kn)